Sabtu, 21 Februari 2009

Makna Syahadat Nabi

 Kalimat laa ilahaa ilallah di dalam dua kalimat syahadat menertapkan bahwa hanya Allah satu-satunya zat yang berhak diibadahi dan diabdi, dipatuhi dan ditaati, dijadikan sebagai satu-satunya pembuat hukum. Serta meniadakan segala bentuk ibadah dan pengabdian kepada selain Allah. Sementara, kalimat muhammadur rasulullah bermakna;

1. Persaksian bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan (rasul) Allah terakhir, yang telah menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat mausia yang akan membawa rahmat bila risalah tersebut dilaksanakan:

"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu"(as Saba:28)

"Dan tiada Kami mengutus jamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam"(al Anbiya:107)

2. Persaksian bahwa apa yang disampaikan nabi _ baik al Qur'an maupun al hadits _ keduanya adalah wahyu Allah, Sehingga wajib mengimani dan menaati keduanya, tanpa memisah-misahkan. Dari sini paham inkarus sunnah sama sekali tidak bisa diterima. Mengikuti al Qur'an dan al hadits menjamin kita tidak sesat selamanya.

"Dan tiadalah yang diucapkan itu (al Qur'an dan al hadits) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya"(an Najm:3-4).

"Katakanlah: sesungguhnya aku memberi peringatan pada kalian dengan wahyu"(al Anbiya:45)

"Segala yang dibawa oleh Rasul kepada kalian maka ambillah, dan segala yang dilarang Rasul maka tinggalkanlah"(al Hasyr:7)

"Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, maka kalian akan dicintai Allah"(ali Imran:31)

"Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan tersesat selamanya, yakni al Kitab (al Qur'an) dan sunnah rasulullah"(al hadits)

3. Persaksian bahwa Nabi Muhammad adalah teladan puncak bagi setiap muslim. Ketaatan kepadanya adalah bagian dari ketaatan pada Allah. Tidak boleh mengambil hukum selain dari yang telah disampaikan olehnya kepada kita.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah"(al Ahzab:21)

"Barangsiapa mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah"(an Nisaa:80)

Berdasarkan pengertian-pengertian dasar di atas, maka:

1. Wajib atas seluruh kaum muslimin untuk beriman pada aqidah Islam dan melaksanakan semua hukum _ dengan tidak memilih-milih _ yang disampaikan oleh Rasulullah kepada kita. Tidak pantas bagi seorang muslim menggunakan hukum selian yang datang dari Rasulullah.

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya"(an Nisaa:65)

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya"(al Hasyr:7)

"Dan tidak patut bagi laki-laki mukmin dan tidak pula bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu ketetapan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan RasulNya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata"(al Ahzab:36)

2. Wajib atas setiap muslim untuk meneladani Rasulullah dan ittiba' padanya.

"Katakanlah; jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"(Q.S...)

3. Paling sedikit sebagai bukti kecintaan kepada Rasulullah kita bershalawat untuknya.

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya"(al Ahzab:56).


Bagaimana Meneladani Rasulullah?
Setelah dipahami bahwa wajib atas setiap muslim meneladani rtasulullah, persoalannya kini adalah bagaimana caranya, mengingat rentang waktu kehidupa Rasulullahdenga kita sudah demikian jauh. Artinya, apakah dalam semua gal kita harus mengikuti rasulullah? Bila tidak, dalam hal apa saja? Juga bagaimana kaum wanita bisa meneladani Rasulullah sementara beliau adalah laki-laki?
Memang rasulullah adalah manusia biasa (18:110) yang hidup empat belas abad silam. Bedanya denan kita adalah, beliau menerima wahyu dari Allah. Tapi darisegi kemanusiaan (insaniyah) Rasul sama dengan kita. Nah, syariat Islam turun atas prinsip insaniah tersebut. Berdasar segi kemanusiaan, laki-laki dan wanita sama saja. Maka Rasulullah yang laki-laki bisa pula diikuti oleh umatnya yan wanita. Dalam hal yang menyangkut kehidpan wanita _ seperti haid, kehamilan, dsb. _ Rasulullah menjelaskan melalui istri-isrinya dan para shahabiah (sahabat wanita).


Adapun dari segi perkara mana saja yang wajib diikuti, maka dilihat:

1. Bila menyangkut perkara takhassus (yang dikhususkan untuk Rasulullah), seperti nikah lebih dari empat, maka haram bagi umatnya mengikuti.

2. Bila menyangkut perkara jibiliyah (yang menyangkut sifat Rasul sebagai manusia), seperti cara berjalan, cara makan, maka mubah (boleh) umatnya mengikuti.

3. Diluar dua perkara di atas, maka dilihat:

l Bila perbuatan dan perkataan Rasulullah merupakan bayan (penjelas), maka hukum mengikuti perbuatan Rasul tergantung hukum perkara yang dijelaskan tersebut; apakah haram, sunnah (mandub) atau wajib.

l Bila bukan merupakan penjelas, dan didalamnya ada maksud untuk taqarrub (maksud untuk mendekatkandiri kepada Allah) maka hukumnya sunnah. Bila bukan taqarrub, maka hukumnya adalah mubah.
Wallahu'alam bish shawab. n


CIRI-CIRI MUKMIN YANG BERUNTUNG

Allah berfirman dalam surah al-Mukminun ayat 1 - 11
1. Sungguh beruntunglah orang-orang beriman
2. (yaitu) orang yang khusuk dalam shalatnya
3. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari yang tiada berguna
4. Dan orang-orang yang membayar zakat
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya
6. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki,
1. maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-
2. orang yang melampaui batas
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya
9. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya
10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi
11. Yakni yang akan mewarisi surga firdaus. Mereka kekal di
dalamnya


Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Umar Ibnul Khattab, bahwa Rasululah bersabda:

"Laqad unzila 'alayya 'asyra ayatin, man aqoma hunna dakhala al-jannah (telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat _ yang dimasuksud adalah ayat 1 sampai 10 surah al-Mukminun ini barang siapa mengerjakannya akan masuk surga)"

Shalat khusyu' bisa diperoleh bila:

Pertama, kaifiat (tata cara)nya benar, yakni memenuhi rukun dan syarat sesuai syariat Islam.

Kedua, dijalankan penuh ikhlas, artinya mengharap keridhaan Allah semata.

Ketiga, memahami makna ucapan-ucapan dalam shalat, hingga mampu membekas dalam sukma. Bekas shalat adalah khusyu'. Dan pribadi yang khusyu' adalah mereka yang kare-
na shalatnya terhindar dari perbuatan fasik dan mungkar. Bila ia shalat tapi juga berbuat fasik dan mungkar, ia telah melanggar kata-katanya sendiri dalam shalat. Kecuali ia tidak tahu apa
yang ia ucapkan. Maka shalatnya tiada bermanfaat.

Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, amal apakah yang paling disukai Allah?" Rasulullah menjawab: "al-shalatu 'ala waqtiha, qultu tsumma ayyu, qola birru al-walidayn, qultu tsumma ayyu, qola al-jihadu fi sabilillah " (shalat pada waktunya, berbakti pada orang tua, dan jihad di jalan Allah).


Seorang muslim harus menjaga imannya agar tidak menurun (karena iman memang bisa naik-turun) serta dari kemungkinan tercemari syirik. Juga harus menjaga diri agar tidak melakukan maksiyat (melalaikan kewajiban dan melakukan yang haram). Di luar itu, seorang muslim dituntunkan lebih baik meninggalkan per buatan mubah (yang hukumnya boleh) tapi tidak bermanfaat.
Berkaitan dengan soal ini Rasulullah bersabda;

"Diantara kesempurnaan Islamnya seseorang adalah meninggalkan hal-
hal yang tiada berfaedah" (HR. Tirmidzi)


Zakat, baik zakat fitrah, zakat mal maupun hewan dan hasil pertanian serta pertambangan adalah ibadah yang wajib dijalankan atas mereka yang tergolong muzakki (wajib membayar zakat). Setiap muslim harus bisa menilai diri sendiri apakah ia tergolong muzakki atau tidak. Kesediaan membayar zakat adalah ciri seorang mukmin, yang rela ketika Allah memerintahkan untuk memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang yang berhak (mustahik). Bila Allah yang memerintah, jangankan harta, bagi seorang mukmin yang sejati, jiwa pun tak segan ia berikan. Ia yakin, kematian di jalan Allah adalah semulia-mulia akhir kehidupan. Dan surga adalah balasannya.

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah didalam Taurat, Injil dan al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah?" (al-Taubah:111)

l Bagi seorang muslim, hidup adalah rangkaian ibadah. Termasuk ketika ia memenuhi hasrat seksualnya. Ia akan menempuh cara-cara yang telah ditetapkan Islam dan menghindari yang dilarangnya. Baginya yang terpenting bukanlah kepuasan itu sendiri, karena kepuasan memang tidak pernah punya ujung, melainkan keridhaan Allah. Ia akan merasa bahagia lahir bathin manakala kepuasan seksualnya ia peroleh dengan cara yang halal. Karena ituia akan menjaga kemaluannya dengan cara yang sebenar-benarnya.

Seorang muslim yang beriman adalah orang yang terpercaya. Ia akan menunaikan setiap amanah yang dipikulnya dan menepati setiap janji yang diucapkannya. Ia menjadi orang yang terpercaya, hanyakarena memang demikianlah tuntunan Islam. Ia mengerti, bahwa bila ia bisa melaksanakan amanah dan janjinya dengan baik, itu adalah ibadah. Ia yakin Allah menjadi saksi atas semua itu. Karena Allah menyaksikan juga, maka ia takut mengkhianati amanah dan melanggar janji.

"Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yakni bila berkata dusta, bila berjanji ingkar dan bila diberi amanat khianat"

Orang-orang diantaranya dengan lima ciri inilah yang dijanjikan surga firdaus oleh Allah. Adakah kita telah melaksanakan kelima-limanya? Wallahu 'alam bi al-shawab


KEMAKSUMAN RASUL

 Para nabi dan rasul pasti maksum dalam hal penyampaian risalah (tabligh). Artinya, mereka terbebas dari kemungkinan melakukan kekeliruan dalam menyampaikan wahyu atau risalah Islam. Sebab, bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh seorang rasul dalam satu masalah saja, berarti ada kemungkinan terjadinya kekeliruan atau cacat pada masalah lain bahkan dalam seluruh masalah. Jika itu terjadi, maka rusaklah nilai kenabian dan kerasulan secara keseluruhan karena risalah yang seharusnya berfungsi sebagai petunjuk ke arah jalan lurus, telah menyimpang. Berarti juga Allah telah menyesatkan manusia. Subhanallah. Itu jelas tidak mungkin.
Al Qur'an telah menjelaskan bahwa yang disampaikan oleh Rasulullah tidak lain adalah wahyu semata. Rasulullah dalam berkata-kata tidaklah mengikuti hawa nafsunya, melainkan dibimbing oleh wahyu yang diturunkan kepada rasulullah.

"Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah memberi peringatan kepadamu dengan al-wahyu" (al-Anbiya 45)

"(Dan) dia (Muhammad) tidaklah mengucapkan sesuatu dari hawa nafsunya. Apa yang diucapkannya itu hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadaku)" (al-Najm 3 - 4)

Lafadz "wa ma yantiqu" (dan tidaklah ia mengucapkan) tertulis dalam bentuk umum. Artinya, mencakup al-Qur'an dan selain al-Qur'an, yakni al-Hadits. Jadi hadits, sesuai pengertian ini, juga termasuk al-wahyu. Sebagaimana al-Qur'an, al-Hadits secara umum (selanjutnya tergantung kategorinya) harus diimani dan diterima secara mutlak, sepanjang itu menyangkut masalah pemikiran, pendapat, hukum (tasyri'), masalah aqidah (aqaid), dan kisah-kisah. Bukan menyangkut persoalan cara (uslub), sarana-sarana (wasilah) misalnya dalam strategi peperangan atau teknik penyerbukan korma. Pendek kata, ucapan rasul yang merupakan wahyu adalah yang berkaitan dengan kedudukan dan tugasnya sebagai penyampai risalah Allah, bukan yang lainnya misalnya berkaitan dengan sains dan teknologi atau perbuatan yang bersifat jibiliah (kemanusiaan) seperti cara jalan, makan dan sebagainya.
Wahyu mencakup perkataan (aqwal), perbuatan (af'al) dan diamnya (takrir) Rasulullah atas sesuatu. Maka perkataan, perbuatan dan diamnya Rasul adalah dalil syar'iy. Karena Rasulullah memang tidak pernah memberikan alternatif penyelesaian problematika manusia kecuali berdasarkan wahyu.

"Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku" (al-Ahqaf :9)

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan Tuhan kepadaku" (al-A'raf :203)

Ayat di atas menunjukkan bahwa kewajiban meneladani Rasulullah sebatas apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepadanya. Itulah yang dilakukan oleh para shahabat. Mereka selalu bertanya kepada Rasulullah tentang hukum banyak perkara seperti soal zhihar, li'an, pengkebiran (ikhtisha'), melancong (siyahah) dan sebagainya. Kadang, seperti dalam persoalan dzhihar dan li'an, Rasulullah tidak menjawab hingga turunnya wahyu. Dengan bimbingan wahyu pula, misalnya Rasulullah menjawab tentang haid, anfal, ruh dan sebagainya.
Untuk memastikan apakah suatu ketetapan itu berdasar wahyu atau hanya pendapatnya sendiri, para shahabat tidak segan-segan bertanya kepada Rasulullah langsung. Maksudnya, bila itu wahyu mereka akan mengikuti dengan mutlak (sami'na wa atha'na). Tapi bila bukan, dan mereka punya pemikiran lain, maka mereka akan berdialog dengan nabi, seperti yang dilakukan oleh Khabab bin Mundzir menyangkut strategi perang Badar. Dalam persoalan strategi perang Uhud, setelah bermusyawarah, Rasulullah malah mengikuti pendapat mayoritas para shahabat yang menginginkan pasukan Islam keluar Madinah menjemput musuh, dan meninggalkan pendapatnya sendiri yang menginginkan pasukan Islam tetap tinggal di dalam kota. Itu semua menunjukkan bahwa apa yang dikatakan, dilakukan dan diamnya Rasul adalah wahyu. Bila Rasulullah boleh berkata bebas, tentu Rasulullah tidak perlu menunggu hingga turun wahyu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, dan para shahabat tidak perlu bertanya apakah itu wahyu atau bukan.
Dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan risalah, seperti persoalan penyerbukan korma yang bisa diartikan juga mencakup hal lain yang berkaitan dengan sains dan teknologi, misalnya soal pembangunan gedung, jembatan, pertanian, teknik kedokteran, eksplorasi minyak dan sebagainya Rasulullah mengatakan: "antum a'lamu bi umuri dunyakum" (engkau lebih mengetahui urusan dunia (sainstek) mu). Artinya, dalam soal-soal seperti tersebut di atas, Rasulullah menyerahkan penyelesaiannya kepada kemampuan penguasaan sains dan teknologi, bukan risalah Islam atau al-Qur'an dan al-Hadits.
Para nabi dan rasul juga maksum dalam perbuatan yang termasuk kategori dosa besar (al-kabair) ataupun kecil (al-shaghair). Melakukan suatu dosa berarti telah terjerumus dalam kemaksiyatan. Maksiyat artinya meninggalkan kewajiban (fardhu) dan melakukan larangan (haram). Bila kemaksiyatan telah mewarnai perbuatan seorang nabi atau rasul, maka mungkin pula itu akan mempengaruhi tugasnya dalam penyampaian risalah. Artinya, akan terjadi kemungkinan penyimpangan dalam penyampaian risalah. Oleh karena itu, para nabi dan rasul bersifat maksum terhadap dosa besar atau kecil, sebagaimana mereka maksum dalam persoalan penyampaian risalah.
Kepercayaan terhadap kemaksuman Rasulullah merupakan bagian dari aqidah Islam. Yang ingkar, berarti ia ingkar pula terhadap aqidah Islam. Dengan keyakinan ini, akan terbina keyakinan terhadap kebenaran mutlak ajaran-ajaran Islam yang disampaikan Rasulullah kepada kita.

MENGABAIKAN AL QUR'AN

Al Qur'anul Karim adalah kitabullah, wahyu Allah atas kalamNya yang diturunkan kepada hambanya yang ummi, yaitu Muhammad SAW. Al Qur'an adalah jalan lurus dan ikatan yang amat kuat sebagai pegangan setiap mukmin agar mereka selamat dan memperoleh kebahagiaan dalam mengarungi hingar bingarnya dunia. Tidak cukup sekedar itu, Allah SWT. memerintahkan kepada kaum muslimin agar menerapkan seluruh perintahnya (hukum-hukumnya) yang terkandung didalamnya tanpa kecuali. Ia laksana cahaya petunjuk bagi orang-orang yang meminta pertolongan dan sinar terang bagi orang yang membutuhkan kejelasan. Maka semua itu tidak akan kita peroleh apabila langkah pertama, yaitu membaca al Qur'an, tidak pernah kita jalankan. Alangkah tepatnya perumpamaan orang-orang yang membaca al Qur'an dengan berbagai sifat pembacanya. Sabda Nabi SAW:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
"Perumpamaan orang mukmin yang membaca al Qur'an seperti buah utrujah; baunya harum dan rasanyapun enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al Qur'an seperti buah tamar/kurma; tidak berbau wangi akan tetapi rasanya enak. Perumpamaan orang munafik yang membaca al Qur'an seperti buah raihanah; baunya wangi tetapi rasanya pahit. Perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca al Qur'an seperti buah hanzhalah; tidak wangi dan rasanya pahit" (H.R. Bukhari dan Muslim)

Begitulah perumpamaan yang digambarkan Rasulullah SAW., alangkah indahnya jika kita termasuk kelompok yang pertama, yakni orang mukmin yang sering membaca al Qur'an, yang mampu memancarkan keharuman al Qur'an karena memang bacaan itu ditujukan untuk diterapkan dan ditegakkan di atas dunia, bukan sekedar hiasan di bibir saja.
Meskipun demikian amat disayangkan bila pada masa sekarang telah bermunculam sekelompok orang yang telah disinggung dalam hadits-hadits Nabi SAW., yaitu oarang-orang yang kelihatannya amat tekun dan memberi perhatian kepada al Qur'an (Islam) akan tetapi mereka tidak tergolong dalam kelompok kaum muslimin. Begitu pula di tengah-tengah umat telah terjadi tiadanya penghargaan atau peyimpangan tergadap kedudukan al Qur'an yang dimuliakan Allah SWT., dengan alpanya kaum muslimin mengkaji dan mengamalkan al Qur'an. Simaklah kiranya hadits-hadits di bawah ini:

"(Kelak) akan muncul diantaramu suatu kaum, dimana kalian merasa (lebih) rendah dalam melakukan shalat dibandingkan mereka, (begitu juga) puasa kalian dibandingkan mereka dan amal perbuatan kalian dibandingkan amal perbuatan mereka. Mereka membaca al Qur'an akan tetapi tidak sampai melalui tenggorokannya. Mereka sebenarnya telah keluar dari agama bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Apabila dilihat ujung anak panahnya, kayunya serta bulumya tidak terdapat apa-apa, (mereka) hanya berlomba-lomba pada senarnya saja." (H.R. Bukhari dan Muslim).
أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ وَفِي ثَوْبِ بِلَالٍ فِضَّةٌ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبِضُ مِنْهَا يُعْطِي النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ قَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعْنِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ فَقَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّي أَقْتُلُ أَصْحَابِي إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ *
Seorang lelaki telah datang menemui Rasulullah s.a.w di Ja'ranah setelah kembali dari Peperangan Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak dan Rasulullah s.a.w mengambil darinya untuk dibahagikan kepada orang ramai. Lelaki yang datang itu berkata: Wahai Muhammad! Kamu hendaklah berlaku adil. Rasulullah s.a.w bersabda: Celakalah kamu! Siapa lagi yang lebih berlaku adil؟ Jika aku tidak adil. Pasti kamu yang rugi, jika aku tidak berlaku adil. Umar bin al-Khattab r.a berkata: Biarkan aku membunuh si munafik ini, wahai Rasulullah! Rasulullah s.a.w bersabda: Aku berlindung dengan Allah dari kata-kata manusia bahawa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya membaca al-Quran tetapi tidak melampaui kerongkong mereka iaitu tidak mengambil faedah dari apa yang mereka baca bahkan mereka hanya sekadar membacanya sahaja. Mereka menyudahi bacaan al-Quran sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan *

"Kelak akan muncul suatu kaum dari umatku, mereka membaca al Qur'an seperti meminum susu" (H.R. Thabarani)

"Kelak pada akhir zaman nanti akan ada ulat-ulat qurra' (ahli baca al Qur'an). Barangsiapa yang berada pada masa itu, hendaklah ia berlindung kepada Allah dari mereka." (H.R. Abu Nu'aim)

"Hampir muncul di tengah-tengah manusia suatu zaman dimana agama Islam tidak trsisa lagi kecuali hanya tinggal namanya saja dan tidak tersisa dari al Qur'an kecuali huruf-hurufnya saja" (H.R. Baihaqi)

"Hampir tiba masanya bahwa diantara kalian ada yang (tengah) duduk di kursi, kemudian disampaikan sebuah hadits dariku, lalu mereka menjawab; 'di hadapan kami cukup kitab Allah saja, apa yang kami dapati (didalamnya) halal, maka kami halalkan. Dan apa yang kami dapati haram, kami haramkan.' Ingatlah bahwa apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama saja dengan apa yang diharamkan oleh Allah." (H.R. Ahmad, Hakim dan Ibnu Majah)
Beberapa penggal hadits di atas mewakili beberapa keadaan umat saat ini yang amat memprihatinkan dan menusuk perasaan seorang mukmin, jika ia masih mencintai al Qur'an dan Rasulullah SAW. Oleh karena itu berhati-hatilah terhadap peringatan yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW ini sejak 15 abad yang lampau, karena beliau amat mencintai umatnya dan agar kita diberi keterangan, penjelasan agar berhati-hati jika berjumpa dengan fenomena seperti itu.

MAKNA IMAN KEPADA HARI KIAMAT

Hari kiamat (yaumu al-qiyamah) termasuk perkara ghaib yang tidak dapat diindera (ghairu makhsus). Akal juga tidak dapat menjangkau (lam yudrak al-'aql). Bila demikian, dari mana kita mengetahui perihal hari kiamat dan bagaimana bisa beriman kepadanya? Kita mengetahui ihwal tentang hari kiamat karena Allah dan RasulNya memberitahukan hal itu kepada kita. Maka, pengetahuan kita tentang hari kiamat hanya diperoleh melalui dalil naqly (al-Qur'an dan al-Hadits). Tidak ada cara lain. Dan kita beriman terhadap semuanya karena kita telah membuktikan secara rasional bahwa al-Qur'an dan al-Hadits yang diantaranya mengabarkan tentang hari kiamat adalah benar-benar kalamullah (firman Allah).
Karena hari kiamat tidak dapat diindera dan akal tidak dapat menjangkaunya, tidak sedikit orang lantas mengingkarinya. Merekalah orang yang hanya percaya terhadap sesuatu yang logis dan empiris. Cara berfikir demikian dibantah Allah.

"Orang-orang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak dibangkitkan. Katakanlah, tidak demikian, Demi Tuhanku, kalian benar-benar pasti dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Hal demikian adalah mudah bagi Allah" (al-Thagabun:7)

Maka;
1. Hari kiamat pasti akan tiba. Kapan persisnya, hanya Allah
saja yang tahu. Kita hanya akan tahu tanda-tandanya saja.

"Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba." (al-A'raf :187)

2. Diantara tanda-tanda hari kiamat, sebagaimana tersebut dalam
beberapa hadits, adalah:

"Di tengah masyarakat berkembang perzinaan dan minuman keras serta kejahatan lain. Banyaknya mode pakaian telanjang, penyalahgunaan jabatan. Kaum muslimin menguasai pusat kekuasaan Nashrani di Roma dan tersebarnya Islam ke seluruh dunia. Peperangan antara umat Islam dan Yahudi berakhir. Umat Islam menang.
Munculnya Muhammad al-Mahdi di bumi untuk menegakkan kekuasaan Islam. Turunnya Nabi Isa untuk meluruskan ajaran Nashrani, menghacurkan salib, menegakkan kebenaran berdasarkan syariat Islam. Munculnya Daabbah (binatang ajaib) yang dapat berbicara kepada manusia untuk menunjukkan kepalsuan dan ketidakbenaran ajaran semua agama selain Islam, serta mengingatkan orang yang tidak percaya kepada ayat Allah. Matahari akan terbit dari Barat yang itu terjadi setelah Nabi Isa wafat. Saat itulah pintu taubat tertutup. Kemudian Allah mengirimkan kabut tipis yyang menyebakan kematian seluruh kaum muslimin dan tinggallah orang kafir. Terjadi gempa bumi di Timur dan Barat serta selujuh Jazirah Arab disertai munculnya api di daerah Yaman, sehingga orang berlari ke arah Syam. Di sini mereka mati setelah ditiup sangkakala. Pada saat itulah Kiamat terjadi."

3. Hari kiamat adalah hari berakhirnya semua kehidupan makhluk di dunia, dan merupakan awal dari kehidupan yang kekal di akhirat.

"Dan mereka bertanya padamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah: Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia kan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat padanya tempat yang rendah dan yang tinggi-tinggi" (Thaha:105-107)

"Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan , dan apabila unta-unta bunting ditinggalkan, dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, dan apabila lautan dijadikan meluap, dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh), apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh, dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, dan apabila langit dilenyapkan, dan apabila neraka jahim dinyalakan, dan apabila surga didekatkan, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya." (al-Takwiir:1-14)

4. Setelah hari kiamat, semua manusia akan dibangkitkan kembali pada Hari Kebangkitan (yaumu al-ba'ts). Pada hari itu, manusia teringat semua perbuatannya di dunia.

"Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu semua akan dibangkitkan di hari kiamat" (al-Mu'minun:16)

"Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya. Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan sempurna" (al-Qiyamah:1-4)


5. Manusia keluar dari kubur pada hari kiamat sesuai amalnya.
Di hari itu perbuatan tersebut akan dihisab oleh Allah Hakim yang Maha Adil. Anggota tubuh manusia menjadi saksi.

"Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka balasan pekerjaan mereka" (al-Zalzalah:6)

"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seorang barang sedikitpun. Dan jika (amalah itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahalanya). Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan." (al-Anbiya:47)

"Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya" (al-Qiyamah:13-15)

"Pada hari ini (kiamat) Kami tutup mulut mereka, dan berkata kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan." (Yasin:65)

6. Berdasar amalnya masing-masing, manusia kemudian dikelompokkan kedalam dua golongan: golongan kanan (ashabu al -maymanah). Dialah ahli surga (ashab al-jannah), dan golongan kiri (ashabu al-mas'amah). Dialah ahli neraka (ahl al-naar).

"Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat beruntung. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam" (al Mukminuun:101-103).

7. Iman kepada hari kiamat mendorong amal shaleh dan menjauhi maksiyat. Setelah kiamat tidak ada lagi kesempatan berbuat baik. Manusia tinggal memetik hasilnya, yakni segala yang dilakukannya di dunia. Iman kepada hari kiamat, mendorong amal shaleh, karena kehidupan di dunia inilah satusatunya kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang baik di akherat yang kekal. Orang yang mengabaikan kesempatan ini akan menyesal.

"Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah." (an-Naba':40)

"Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini." (al-Fajr:24).


Kawin Beda Agama

Haram
Dalam pandangan hukum Islam, wanita Islam haram menikah atau dinikahi oleh lelaki non-muslim. Dalilnya sangat jelas.

"Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu perempuan-perempuan mukmin yang berhijrah hendaklah mereka kamu uji lebih dulu. Allah lebih mengetahui iman mereka. Jika kamu telah dapat membuktikan bahwa mereka itu benar-benar beriman, maka janganlah mereka kembalikan kepada orang-orang kafir. Mereka ini (wanita yang beriman) tidak halal bagi laki-laki kafir. Dan laki-laki kafir pun tidak halal bagi mereka" (al-Mumtahanah:10)

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqush Sunnah menyebut, bahwa dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum mukminin, jika mereka didatangi oleh perempuan-perempuan yang hijrah dari Makkah ke Madinah, hendaklah mereka diuji lebih dulu. Bila terbukti benar keimanan mereka, janganlah dikembalikan kepada suami-suami mereka yang masih kafir karena wanita mukmin tidak halal buat laki-laki kafir, begitu sebaliknya. Yang dimaksud menguji adalah menanyakan motifasi mereka hijrah ke Madinah dan meninggalkan suami mereka. Apakah mereka hijrah karena cintanya kepada Allah dan Rasul serta rindu kepada Islam, atau karena sebab lain. Ayat ini sekaligus menunjukkan bahwa wanita beriman haram untuk dinikah atau menikah dengan laki-laki kafir (musyrik atau ahli kitab).
Maka menurut Dr. Quraish Shihab, rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, status perkawinan Ira-Katon tidak sah (Republika, 3 November 1996). Kalau tidak sah, berarti mereka sama saja tidak atau belum menikah, dong? Prof. Asjmuni Abdurrahman, ahli fikih IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, menjawab tegas, ya. "Dari kacamata Islam, mereka tidak melakukan pernikahan," ujar Prof Asjmuni (Gatra, 9 November 1996). Bila mereka dari kacamata Islam tidak melakukan pernikahan, tapi tetap terus kumpul layaknya suami istri, lalu apa namanya? Zina? Apa sih, yang dimaksud dengan zina?


Zina
Sepakat para ulama, bahwa yang dimaksud dengan zina adalah hubungan kelamin laki-laki atas kelamin wanita yang tidak halal disetubuhi oleh laki-laki itu, atau tanpa ikatan pernikahan. Zina dalam Islam adalah perbuatan yang sangat dikutuk. Jangankan berzina, mendekati saja sudah dilarang.

"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk" (al-Isra':32)

Untuk menghindari zina, maka Islam menurunkan sejumlah hukum yang mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan. Diantaranya, kewajiban menutup aurat (untuk wanita memakai jilbab), perintah untuk menundukkan pandangan, larangan khalwat (menyendiri dengan wanita atau laki-laki), larangan wanita bepergian kecuali dengan mahram, aturan pernikahan dan sebagainya.
Bagi yang telah berzina, tanpa ampun Islam menetapkan hukuman yang sangat keras. Dalam kejahatan pembunuhan, hukuman qishash (tuntutan nyawa atas pelaku pembunuhan) dapat dibatalkan bila ahli waris korban memberi maaf. Tapi dalam zina, tidak ada seorangpun, pemimpin negara sekalipun, yang berhak mengampuni. Hukuman harus dijatuhkan kepada kedua pelaku zina. Bila pelaku masih belum pernah nikah (ghairu muhsan), hukumannya dijilid (dipukul punggunggnya dengan suatu alat pemukul) 100 kali.

"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, maka jilidlah keduanya masing-masing 100 kali" (al-Nuur:2)

Adapun bila pelaku zina adalah mereka yang sudah menikah atau pernah menikah (muhsan), hukumannya adalah dirajam sampai mati. Hal ini didasarkan pada banyak hadits, diantaranya menceritakan bahwa Rasulullah merajam Maiz, setelah ia mengaku berzina.
Bagaimana bila pelaku zina itu bukan orang Islam? Mereka tetap saja dijilid atau dirajam. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari Muslim, diceritakan bahwa Rasulullah pernah merajam orang Yahudi.


Keluarga Sakinah
Bisa dipastikan bahwa setiap orang yang menikah ingin merasakan kebahagiaan. Berbagai cara, bahkan kadang yang bertentangan dengan tuntunan agama yang dipeluknya pun, ia tempuh. Dengan cara itu mungkin ia memang bisa merasakan kebahagiaan, tapi kebahagiaan yang begitu biasanya sifatnya hanyalah sementara. Selebihnya, ia mulai dihinggapi berbagai persoalan keluarga yang silih berganti, kait mengait seperti benang kusut yang sulit diurai. Hasilnya adalah kesedihan, duka dan air mata.
Sebagai agama yang diturunkan Allah Sang Pencipta, Islam telah memberikan tuntunan yang sangat jelas. Bahwa dasar yang utama, bahkan satu-satunya dasar, pernikahan yang menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat adalah agama (Islam). Dalam mencari pasangan, Rasulullah menuntunkan agar lebih memperhatikan kualitas agama calon pasangannya.

"Perempuan itu dikawini karena empat perkara, karena kecantikannya, atau karena keturunannya, atau karena hartanya atau karena agamanya. Maka pilihlah yang karena agamanya. Niscaya engkau akan bahagia" (HR. Bukhari Muslim)

Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Hasan bin Ali, "Saya punya seorang putri. Siapakah kiranya yang patut jadi suaminya menurut Anda?". Jawab Hasan bin Ali, "Seorang laki-laki yang bertakwa kepada Allah (muslim). Sebab jika ia senang, ia akan sudi menghormatinya dan jika ia sedang marah, ia tak suka berbuat zalim kepada istrinya". Tentang kriteria seorang calon suami, Ibnu Taimiyyah berkata, "Laki-laki yang selalu berbuat dosa tidak patut dijadikan suami". Seorang yang beragama selain Islam, di mata Allah, adalah orang yang hidup senantiasa bergelimang dosa.
Jelaslah, kata kuncinya adalah agama, karena ia akan senantiasa menghiasi setiap sisi kehidupan keluarga. Dengan agama, orang akan memiliki kepribadian yang teguh, dan sebuah keluarga akan memiliki pijakan yang kokoh, tempat kembali segala persoalan. Tanpa agama, sebuah keluarga akan berjalan bagai biduk berlayar tanpa arah. Dan agama yang dimaksud tentu saja adalah agama Islam yang dipeluk dengan sebaik-baiknya baik oleh istri maupun suami.
Bagaimana bila suami-istri beda agama? Selain dosa dan ancaman hukuman yang semestinya ia tanggung, Prof. Dr. Dadang Hawari dalam buku Ilmu Jiwa al-Qur'an (1996) menyatakan bahwa dari pengalaman praktek konsultasi perkawinan yang ia lakukan menunjukkan bahwa pada kasus perkawinan beda agama, ternyata masing-masing pasangan bukannya semakin bertambah keimanan terhadap agama mereka masing-masing, tapi yang terjadi sebaliknya semakin lemah. Sementara keluarga yang lemah agamanya mempunyai risiko 4 kali lebih besar menjadi keluarga yang rusak (broken home), ketimbang keluarga yang kuat agamanya.
Ini dapat dijelaskan dari kaca mata psikologi perkawinan, bahwa perkawinan yang langgeng salah satunya ditentukan akan faktor kesamaan. Semakin banyak kesamaan antara suami istri (pendidikan, latar belakang keluarga terutama dari segi agama), maka perkawinan itu akan semakin baik. Bila keduanya menyadari bahwa terdapat banyak perbedaan, maka untuk mempertahankan biduk pernikahan, keduanya harus mau saling menenggang dengan cara melepaskan sebagian pada titik-titik perbedaan itu. Bila hal yang berbeda adalah agama, maka demi kelangsungan pernikahan, mereka akan cenderung untuk melepaskan sebagian kecil atau besar dari prinsip-prinsip agama masing-masing agar di dalam keluarga tercipta suasana keriangan yang mereka inginkan, dimana itu tidak mukin dicapai bila masing-masing bersikukuh dengan prinsip agama masing-masing. Dari itu maka sangat wajar bila terdapat kecenderungan, bahwa keluarga pasangan beda agama tidaklah terlalu memperhatikan agama, termasuk ketika mereka mendidik anak. Jadilah keluarga itu, keluarga yang tipis rasa keagamaannya. Padahal, tanpa agama bagaimana sebuah keluarga bisa merasa bahagia?
Kembali ke Ira. Bila hukumnya sudah tahu dilarang, para ulama juga sudah memberikan penilaiannya secara tegas, konsekuensi hukuman yang harus ditanggung pun juga sangat berat karena status hubungan itu seperti zina seumur-umur, lalu secara empirik, menurut Prof. Dadang Hawari, juga sudah membuktikan sulit membentuk keluarga ideal dari pasangan yang beda agama, belum lagi dosa yang harus ditanggung di akherat kelak

PENGAWASAN MELEKAT

 Alkisah, suatu hari seorang pemuda tengah mengembalakan sejumlah biri-biri di sebuah padang rumput. Datang kepadanya Amirul Mukminin, Khalifah Umar bin Khathab. Menjadi kebiasaan Umar, sebagai pemimpin umat Islam, bepergian ke berbagai tempat untuk berjumpa secara langsung dengan rakyatnya. Ia ingin merekam denyut kehidupan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Jangan-jangan, tanpa sepengetahuannya, terjadi ketidakberesan aparat dalam mengurusi negara ini. Ia tidak menginginkan ada sebagian umat Islam yang menderita karenanya. Demikianlah, kali ini Umar menemui pemuda penggembala biri-biri. Tapi di luar dugaan, pemuda yang tampak amat sederhana dan pekerjaannya pun "hanya" menggembala biri-biri, ternyata menyimpan semangat keimanan yang luar biasa. Hal itu tampak ketika Khalifah Umar hendak "menguji" kejujuran pemuda itu dengan mengatakan, "Wahai pemuda, serahkan seekor biri-birimu kepadaku". Pemuda itu ternyata tidak begitu saja memenuhi permintaan Umar. Ia berkilah, "Biri-biri ini bukan milikku". "Apa yang akan aku katakan kepada majikanku bila dilihat biri-biri kepunyaannya berkurang dari jumlah semula," jelas pemuda itu. "Katakan saja kepada majikanmu, seekor serigala telah menerkam biri-biri itu," kata Umar memberi jalan. Apa komentar pemuda lugu mendengar siasat busuk yang diberikan Umar? "Fa aina Allah - lantas di mana Allah", jawab pemuda itu tegas. Maksudnya, bisa saja ia membohongi majikannya, tapi tentu tidak terhadap Allah. Allah Yang Maha Melihat pasti akan tahu perbuatan curangnya itu. Umar tentu saja tidak bersungguh-sungguh mengajari pemuda itu untuk berlaku curang. Ia hanya bermaksud menguji iman pemuda itu. Dan kini ia begitu bangga dan bersyukur mendapati pemuda sederhana, bagian dari rakyatnya, yang hidup di pedesaan ternyata memiliki keteguhan iman yang mengagumkan.
Pemuda tadi telah mengajarkan kepada kita secara praktis apa yang disebut Ihsan. Ihsan adalah keadaan pada diri seseorang yang dia merasa senantiasa diawasi Allah dalam segenap perbuatan lahir atau batin. Terdapat sebuah hadits sahih riwayat Bukhari dari Umar bin Khatab yang menjelaskan pengertian Ihsan.
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِيمَانِ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ صَدَقْتَ قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Kita jelas tidak dapat melihat Allah. Sebaliknya, Allah pastilah dapat melihat kita. Hanya saja, bagaimana cara Allah melihat kita, itu tidak penting dan tidak perlu, bahkan jangan sekali-kali mencari tahu karena usaha itu pasti akan sia-sia. Tentang bagaimana Allah melihat, mendengar, berkehendak dan sebagainya Al Qur'an hanya mengatakan "laysa ka mitslihi syaiun" (tidak ada sesuatupun yang menyerupainya)". Jadi, kita sama sekali tidak mampu menggambarkan sedikitpun tentang perbuatan-perbuatan Allah. Yang kita tahu adalah sifat-sifat Allah, itupun karena Allah sendiri yang mengabarkan - dengan Al Qur'an - kepada kita.
Kendati demikian Al Quran telah memberikan petunjuk, bahwa kita memang tidak sedikitpun bisa lepas dari pengawasan Allah. Untuk hal ini, Allah ternyata telah menciptakan anggota tubuh kita pandai berkata-kata di akhirat nanti untuk menceritakan semua yang kita lakukan selama hidup di dunia.
حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(20)وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Sehingga apabila mereka samapi ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: "Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Fushshilat:20-21)
Manusia akan dibuat tercengang karenanya. Bagaimana mungkin mata, telinga dan kulit yang selama di dunia diam seribu-basa serta tunduk mengikuti apa kemauan empunya, kini berkata lepas menceritakan semua yang pernah terjadi? Dan anggota tubuh itu kini semua menjadi saksi-saksi yang sangat obyektif, jujur dan apa adanya. Itu berbeda sama sekali dengan saksi dalam peradilan dunia yang acap berkata dusta, ingkar, cenderung meringankan atau memberatkan tertuduh.
Manusia pada umumnya memang menyangka bahwa Allah tidak tahu apa yang mereka lakukan, khususnya bila itu menyangkut tindak maksiat yang sudah diusahakan sekuat mungkin agar tersembunyi dari pengamatan orang. Tapi ternyata justru mata, telinga, bahkan kulitnya sendiri itulah yang menjadi saksi atas perbuatannya. Terang saja, bagaimana mungkin manusia bisa lepas dari pengamatan organ yang selama hidup menempel di tubuhnya sendiri. Inilah pengawasan melekat yang sungguh-sungguh melekat.
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu. Bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi" (Fushshilat:23)
Umumnya manusia seakan sudah merasa aman ketika ia berbuat maksiyat di tempat tersembunyi atau menutup jalan dari penglihatan orang lain. Ketika seseorang pergi ke Puncak berkencan dengan wanita bukan istrinya, ia merasa tidak akan ada seorangpun - termasuk anak istrinya - tahu. Begitu juga ketika seorang koruptor memanipulasi uang negara dengan mereka-reka kuitansi fiktif, yakin akan terhindar dari pengawasan atasannya. Ketika seorang pedagang tega mengurangi timbangannya, atau pemborong seenak perutnya menyimpangkan bangunan dari bestek, semua itu dengan ringan dilakukan karena menyangka tidak ada yang tahu. Juga, ketika seorang pembunuh menghapus jejaknya dan mengubur korban berikut barang bukti yang sekiranya dapat menyeretnya ke pengadilan, yakin bahwa tak seorangpun tahu akan perbuatannya. Atau seorang hartawan yang selalu mengobral cerita tentang kedermawanannya, berlaku seolah Allah tidak tahu amal perbuatannya. Pamer, riya' atau ingin pujian orang lain atas perbuatan baiknya sesungguhnya bersumber dari ringkihnya keyakinan pelaku akan ke-Maha Tahuan Allah. Sama dengan orang yang pelesir ke puncak tadi yang menganggap Tuhan seolah-olah hanya ada di masjid. Sementara di Puncak tidak ada Tuhan. Juga mereka yang berbuat jahat sambil sembunyi-sembunyi atau menyembunyikan perbuatannya, menyangka seolah-olah tidak ada sesuatupun yang tahu. Padahal penglihatan, pendengaran, dan kulit menyaksikan semua tingkahnya.
Akan halnya mulut yang selama ini sering digunakan tidak saja sebagai alat komunikasi tapi juga untuk membikin alibi, cerita bohong atau berkilah dari perbuatan yang sebenarnya ia lakukan, kelak diakhirat akan di"tamat"kan fungsinya. Sebagai gantinya, Allah - sebagaimana mata, telinga dan kulit - membiarkan tangan dan kaki berkata sejujurnya tentang apa yang telah dilakukan oleh tuannya. Mereka beramai-ramai menjadi saksi yang tidak mungkin dapat dibeli ataupun diintimidasi. Saksi yang tidak memiliki kepentingan apapun atas persaksiannya. Pernahkah Anda menjumpai saksi semacam ini?
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan" (Yasin:65(
Ibadah Membentuk Ihsan
Ibadah merupakan manifestasi ketundukan hamba kepada Khaliqnya. Melalui ibadah, seorang muslim dapat berhubungan langsung dengan Allah. Bila ibadah dilakukannya dengan baik, ia akan merasa berhadapan dengan Allah, dan Allah menyaksikan kehadirannya. Perasaan senantiasa diawasi oleh Allah yang kemudian memunculkan sikap khasyatullah (takut kepada Allah) itulah buah ibadah. Dalam realitas kehidupan sehari-hari rasa takut kepada Allah akan senantiasa mendorongnya untuk tunduk kepada aturan Allah, melaksanakan kewajiban dan sunnah serta menjauhi yang dilarangNya. Salah satu ibadah yang sangat menempa rasa "diawasi Allah" (Ihsan) adalah puasa. Allah, sebagaimana termaktub di dalam surah Al Baqarah ayat 183, memerintahkan kepada orang beriman, bukan orang lain, untuk berpuasa. Kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan ditujukan hanya kepada orang yang beriman, karena hanya mereka saja yang mampu melaksanakan kewajiban itu. Mengapa?
Puasa adalah ibadah yang banyak memerlukan pengendalian diri. Tidak ada seorang pun dapat berpuasa dengan baik kecuali dia memiliki pengendalian diri yang baik pula. Misalnya saja, dari mana kita bisa menjamin bahwa orang yang tengah berpuasa tidak memakan apa-apa di siang hari bolong di tempat yang tersembunyi? Juga, ketika mengambil air wudhu, kendali macam apa yang mampu menahan dia untuk tidak menghirup walau seteguk air sekedar melepas dahaga? Dan ketika waktu sahur sudah habis, kendati cuma beberapa detik berlalu, siapa yang menahan seseorang untuk tidak meneruskan makannya? Atau, kekuatan apa yang menahan seseorang untuk tidak segera berbuka padahal waktu maghrib tinggal beberapa menit lagi? Itulah kendali iman, yakni keyakinan kepada Allah yang bersemayam di dalam dada seorang muslim.
Ketika seorang muslim telah menjalankan puasanya dengan baik, sesungguhnya ia telah mempraktekkan pula prinsip Ihsan dengan baik. Dengan Ihsannya ia mengendalikan diri untuk tidak melanggar larangan-larangan puasa. Ia yakin Allah senantiasa melihatnya. Percuma saja ia menipu dengan meneguk setetes air misalnya, karena Allah pasti tahu. Dan batallah puasanya. Ia mungkin saja tampak oleh orang lain masih tetap berpuasa, dan turut berbuka bersama keluarga. Tapi, ia tidak mungkin membohongi dirinya sendiri bahwa tadi siang ia telah meminum setetes air, dan semenjak itu sesungguhnya ia tidak dalam keadaan berpuasa lagi. Inilah Ihsan yang dapat terbentuk selama menjalankan ibadah puasa.
Ihsan dan Kehidupan Modern
Seorang bankir terkemuka, bekas direktur utama sebuah bank swasta nasional yang cukup besar, pernah menyatakan dalam suatu diskusi, bahwa tidak ada sistem perbankan secanggih apapun yang mampu menahan seorang bankir untuk berbuat curang - kecuali imannya kepada Tuhan. Kita menilai, pernyataan ini memiliki bobot yang tinggi, karena ia muncul dari seseorang yang telah sekian tahun lamanya bergelut sebagai praktisi perbankan yang acap dinilai orang sebagai dunia yang penuh kolusi dan manipulasi. Ia tentu sudah mengalaminya secara langsung bagaimana sulitnya mengendalikan sekian sistem yang digerakkan oleh manusia yang rentan terhadap godaan harta. Hanya keteguhan moral para karyawan, pimpinan dan direksi saja yang dapat menjamin mekanisme perbankan itu dapat berjalan sewajarnya. Di sinilah peran kendali diri, yang disebut oleh bankir kita tadi. Dan itu tidak lain adalah Ihsan yang tengah kita bicarakan.
Perasaan senantiasa diawasi Allah, yang sudah terbentuk ketika ia menjalankan ibadah puasa, semestinya tercermin pula di dalam aspek kehidupan yang lain. Tetapi sayangnya itu berhenti hanya pada kegiatan puasa di bulan Ramadhan. Selepas itu, agaknya cukup banyak manusia yang berbuat tanpa kendali. Ia berbuat seolah-olah pengawasan Allah, mata, telinga, tangan, kaki dan kulit mereka hanyalah sebatas amal ibadah puasa di bulan Ramadhan saja. Bila ini terjadi, berarti sebagai muslim ia hanya terikat kepada keIslamannya sebatas masalah ibadah; di luar itu tidak. Kemuslimannya telah mengalami reduksi. Islam, agama yang memberi petunjuk hidup dalam semua aspek, kini tinggal sebatas ibadah.
Bila seorang muslim dengan Ihsannya dapat menjaga hubungan dengan Allah, seperti tatkala ia berpuasa, maka semestinya ia menjaga hubungan dengan manusia yang lain dengan cara sebaik-baiknya pula. Ia tidak menipu, apalagi mencuri atau merampok untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ia juga tidak akan berjuang untuk sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. Atau menetapkan hukum di luar hukum Allah, menyebarkan paham, pemikiran, tingkah laku, dan budaya yang tidak Islamy. Ia lakukan semua lantaran Allah senantiasa melihatnya. Dan ia yakin, anggota tubuhnya kelak akan menjadi saksi dari perbuatannya.
Pernyataan bankir tadi menunjukkan kepada kita bahwa konsep Ihsan ternyata tetap relevan di jaman modern sekalipun sekarang ini. Bahkan banyak fakta membuktikan, kesemrawutan birokrasi di negeri ini berpangkal dari lemahnya etik-moral para birokrat - yang itu bermuara dari lemahnya pengendalian diri. Men PAN mestinya tidak perlu memikirkan sistem pengawasan bertingkat ataupun pengawasan melekat (waskat) di setiap departeman bila di dada setiap birokrat tertanam sikap Ihsan. Para istri juga tidak perlu cemas melepas suami pergi ke luar rumah, atau berusaha keras sampai kadang menempuh cara yang tidak logis agar suami tetap setia, bila suami senantiasa berbekal Ihsan ke mana saja ia pergi. Mungkin juga polisi tidak perlu cemas kejahatan akan cenderung meningkat bila Ihsan telah tertanam di dana manusia-manusia. Ihsan itulah yang mengotrol para birokrat agar berlaku jujur. Ihsan pula yang mengendali para suami untuk hanya bergaul dengan istrinya, serta menahan calon penjahat dari tindak kejahata yang hendak dilakukannya. Dari situ, polisi semestinya tidak perlu bekerja keras mengawasi keamanan masyarakat, karena sudah terdapat pengawas yang benar-benar melekat. Itulah mata, telinga, tangan, kaki dan kulit yang melekat pada diri manusia yang tentu sangat bisa diandalkan. Masyarakat tentu akan aman sentausa. Insya Allah


HIDAYAH DAN DLALALAH

 Banyak orang yang salah paham terhadap masalah hidayah (petunjuk) dan dlalalah (kesesatan) dengan menisbahkannya kepada Allah SWT secara mutlak. Menurut mereka, kalau Allah SWT menghendaki seseorang mendapat hidayah, tentu ia akan mendapatkan hidayah. Sebaliknya kalau Allah SWT berkehendak menyesatkan dia, tentu dia akan sesat. Kesalahpahaman itu terjadi tatkala mereka mendengar atau membaca ayat-ayat Allah SWT seperti:

"Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah untuk diberi hidayah (petunjuk), niscaya Allah melapangkan dadanya untuk menerima agama Islam. Dan siapa saja yang dikehendaki Allah untuk disesatkan (diberi dlalalah), niscaya Allah jadikan dadanya sempit dan picik, seolah-olah ia tengah naik ke angkasa" (QS. Al An'am :125).

Kesalah pahaman terhadap ayat tersebut terletak pada anggapan bahwa manusia tak berdaya melakukan perbuatan menurut pilihannya sendiri. Oleh karena itu, mereka menganggap tidak perlu beriman, tidak perlu berbuat baik atau tidak perlu melaksanakan perintah Allah dan RasulNya, dan tidak mengapa berbuat jahat dan maksiat, serta melanggar larangan Allah dan RasulNya dengan alasan "terpaksa" lantaran tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Mereka menganggap segala penyelewengan tersebut tak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari kiamat kelak, apalagi disiksa. Sebab, kata mereka, jika Allah menyiksa orang yang Dia sesatkan, maka berarti Allah menzhalimi orang tersebut! Mahasuci Allah dari anggapan semacam ini! Allah tidak akan menyiksa hambanya tanpa ada pelanggaran yang dia lakukan sebagaimana firmanNya:
"Siapa saja yang beramal shalih, maka pahalanya untuk dirinya sendiri. Dan siapa saja yang berbuat jahat, maka dosa dan siksanya atas dirinya pula. Dan Rabb (Tuhan) kalian tidak menzhalimi hambaNya" (QS. Fushilat:46)

Oleh karena itu, untuk meluruskan pemahaman kita terhadap masalah hidayah (petunjuk) dan dlalalah (kesesatan), kita perlu mempelajari macam-macam hidayah yang dapat dipahami dari ayat-ayat Al Quran dan dimana posisi kehendak manusia itu sendiri dalam hidayah tersebut.

Macam-macam Hidayah
Dari ayat-ayat yang menyebut-nyebut tentang hidayah dan dlalalah dapat kita petik tiga macam hidayah yang diberikan Allah SWT kepada manusia, yaitu hidayah al khalq, hidayah al irsyad wal bayan, dan hidayah at taufiq.

l Hidayah al khalq atau hidayah penciptaan adalah bahwa Allah SWT telah menciptakan dalam diri manusia (secara built in) berupa fitrah kebutuhan dan pengakuan kepada sang pencipta (ar Ruum:30) dan qabiliyyah atau kesediaan untuk cenderung kepada yang baik maupun yang buruk (al Balad:10, dan as Syam:7-8), serta al aql atau kemampuan berfikir untuk membedakan yang baik dari yang buruk itu (an Nahl:78, al A'raf:179, al Mulk:10, al Ankabut:43, al Baqarah:170-171, al Maidah:58, al Anfal:22, Yunus:100).

l Hidayah al irsyad wal bayan atau hidayah petunjuk dan penjelasan adalah datangnya risalah yang dibawa oleh para Rasul yang memuat petunjuk dan penjelasan atau petunjuk pelaksanaan (juklak) hidup manusia sebagai hamba Allah SWT. Tugas dari para Rasul adalah menyampaikan risalah juklak itu dan membimbing manusia ke jalan yang diridlai Allah serta menjauhkan diri dari jalan yang dimurkai Allah SWT. Allah berfirman:

"Sesungguhnya engkau adalah pemberi peringatan dan bagi setiap kaum itu ada seorang penunjuk (seorang Rasul yang menuntun ke jalan Allah)" (QS. Ar Ra'd:7)

"Adapun kaum Tsamud, sesungguhnya kami telah memberi petunjuk kepada mereka. Namun mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan/dlalalah) daripada petunjuk" (QS. Fushilat:17)

Dan Allah SWT mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengadzab suatu kaum sebelum datangnya hujjah atau petunjuk yang dibawa Rasul kepada mereka sebagaimana firmNya:

"Tidaklah Kami menurunkan adzab (kepada suatu kaum) sebelum Kami mengutus seorang Rasul (kepada mereka)" (QS. Al Isra':15)

l Hidayah at taufiq atau hidayah bimbingan adalah taufiq atau bimbingan dan bantuan dari Allah SWT kepada hambaNya yang telah diberi nikmat hidayah al khalq secara sempurna lalu ia menerima pesan-pesan hidayah al irsyad wal bayan yang sampai kepadanya melalui Rasul, utusan Rasul, atau pewaris Rasul. Bimbingan ini diberikan kepada si hamba tersebut lantaran ia memilih menerima hujjah risalah, padahal ia telah dibebaskan oleh Allah untuk menerima atau menolaknya (al Kahfi 29), yakni menerima jalur hidayah atau menolak jalur itu dan memilih jalur dlalalah alias kesesatan. Oleh karena ia memilih menerima, maka Allah mentaufiqnya, membantunya, dan memudahkannya dia memahami hujjah-hujjah risalah dan hidup dengan menempuh jalan risalah itu. Allah SWT berfirman:

"Dan mereka yang mencari hidayah (petunjuk) niscaya Allah akan menambahkan hidayah kepada mereka serta akan memberinya ketaqwaa" (Muhammad:17)

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik" (al Ankabut:69).

"Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka akan diberi petunjuk oleh Rabb mereka lantaran keimanan mereka" (Yunus:9).

Sebaliknya orang-orang yang menolak hujjah Rasul, berpaling dari kebenaran, bahkan terus-menerus menentang Rasul, mereka tidak akan mendapat taufiq atau bimbingan Allah untuk menuju jalan kebenaran. Allah akan mencegah mereka dengan menutup mata, telinga, dan hati mereka dari kebenaran. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak akan diberi petunjuk oleh Allah. Dan bagi mereka tersedia adzab yang pedih" (an Nahl:104)

Demikian juga Allah tidak akan memberi bimbingan taufiq kepada hidayah bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan hidayah, kecuali jika mereka melepaskan sifat-sifat buruk itu (al Ahqaf:10, at Taubah:80, an Nahl:107, an Nahl:37, Ghafir:28, as Shaf:5, an Nisa:155, al Muthaffifin:155).


Peranan Manusia dalam Hidayah
Dari uraian di atas jelaslah bahwa manusia sebagai hamba Allah itu sendirilah yang bebas mengusahakan dirinya untuk menempuh dan mendapatkan jalan hidayah maupun jalan kesesatan. Ialah yang menentukan pilihan satu dari dua jalan itu, tanpa ada paksaan. Hanya saja, jika ia memilih jalan hidayah, maka Allah akan menambahkan hidayah kepadanya, mentaufiqnya dan membantunya, serta memudahkan baginya menempuh jalan hidayah itu. Sebaliknya, jika ia memilih jalan dlalalah atau jalan sesat, maka Allah akan lebih menyesatkannya. Mata kepala dan mata hatinya akan ditutup oleh Allah dari kebenaran sebagai hukuman atas kesesatan yang dilakukannya.
Jadi tidak ada kesesatan dari awal, tidak ada kesesatan built in atau kesesatan dari sononya. Tidak ada. Yang ada adalah bahwa si hamba melakukan perbuatan sesat dan tidak segera menyadari dan menghindarinya, lalu ia cenderung terus-menerus melakukan kesesatan dan mensifati diri dengan sifat-sifat orang sesat, serta tidak mau mendengar dan mengindahkan berbagai peringatan yang disampaikan kepadanya. Ia menolak kebenaran hidayah. Orang-orang seperti itu akan dibiarkan oleh Allah menempuh jalur yang ia ingini: jalur kesesatan! Dan Allah tidak mebuka mata kepala dan hatinya untuk melihat jalur kebenaran sebagai jalur alternatif baginya. Syaithan pun menghiaskan kebaikan pada jalur yang ditempuhnya dan menggambarkan buruk terhadap jalur kebenaran hidayah. Sehingga dia merasa yakin dan merasa benar dengan jalur sesat yang ditempuhnya itu, bahkan ia perjuangkan hingga akhir hayatnya. Itulah celakanya!
Oleh karena itu, bagi kita yang beriman kepada Allah, ayat-ayatNya, RasulNya, dan hari qiyamatNya kelak, hendaknya berhati-hati dari perbuatan yang bisa menggelincirkan kita ke dalam jurang kesesatan dengan menyadari bahwa setiap perbuatan sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawaban (al Mudatsir:38) dan akan kita lihat rekamannya nanti di hari kiamat (al Zalzalah:7-8). Disamping itu, mengingat kita sebagai manusia memiliki sifat lemah dan gampang terperdaya bahkan bodoh dan menganiaya diri sendiri, maka tepatlah Allah SWT mengajarkan kepada kita agar senantiasa memohon hidayah kepadanya dalam shalat minimal 17 kali sehari, sebagaimana firmanNya: Ihdinas shiraathal mustaqiim" (al Fatihah:6). Rasulullah saw. pun selalu berdoa:

"Ya Allah, Dzat yang kuasa membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku dalam agamaMu" (HR. Tirmidzi dan Hakim)

"Ya Allah, dengan kemuliaanMu yang tiada tuhan selain Engkau, aku berlindung agar Engkau tidak menyesatkan aku" (HR. Muslim)
Kalau Rasulullah saw. pembawa hidayah yang ma'shum itu berdoa' seperti itu, apalagi kita?! n



12 BARISAN DI AKHIRAT

 Suatu ketika, Muaz bin Jabal ra menghadap Rasulullah saw dan bertanya:"Wahai Rasulullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT:
"Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris" (Surah An-Naba' 18)
Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: 'wahai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris”.
Maka dinyatakan apakah 12 barisan tersebut:

BARISAN PERTAMA
Digiring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KEDUA
Digiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan sholat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KETIGA
Mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. "Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KEEMPAT
Digiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancuran keluar dari mulut mereka. "Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KELIMA
Digiring dari kubur dengan bau busuk dari bangkai. Ketika itu Allah SWT menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. "Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan durhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula merasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KEENAM
Digiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. "Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KETUJUH
Digiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. "Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KEDELAPAN
Digiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. "Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KESEMBILAN
Digiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. "Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KESEPULUH
Digiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. "Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KESEBELAS
Digiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. "Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KEDUA BELAS
Mereka digiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: "Mereka adalah orang yang beramal saleh dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara sholat lima waktu, ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat ampunan, kasih sayang dan keridhaan Allah Yang Maha Pengasih..."

ECSTASY: JALAN MENUJU BAHAGIA SESAAT

Kini, rasa bahagia agaknya telah menjadi barang mewah bagi sebagian orang. Buktinya? Adalah Tracy, gadis manis foto model berusia 21 tahun, seperti ditulis majalah Forum Keadilan (4 Des 95), harus menyiapkan uang tidak kurang Rp. 500 ribu sebulan untuk mendapatkan rasa bahagia dari pil ecstasy yang dibelinya. Pungky, pemuda ganteng berusia 25 tahun yang sering tampak bersama para artis, malah menghabiskan Rp 300 ribu seminggu atau tidak kurang Rp 1,2 juta sebulan untuk keperluan yang sama.
Apa itu ecstasy, pil yang kini lagi ngetop? Menurut Dr. Kartono Muhammad, mantan ketua IDI, ecstasy atau inex atau wonder pil (pil nirwana) mengandung LSD (lysergic acid diethylamine) yang mungkin dicampur dengan beberapa unsur lain seperti amfetamin dan mungkin juga kokain atau heroin. LSD dapat menimbulkan rasa riang dan halusinasi atau khayalan aneh. Warna-warna terasa seperti nyanyian yang dapat didengar oleh telinga, dan suara musik seolah-olah dapat diraba. LSD juga dapat menyebabkan "kehilangan rasa sentuhan" sehingga pemakainya mampu lama melakukan, misalnya hubungan seks. Jadi, ecstasy adalah sejenis obat perangsang yang membangkitkan rasa ria (euforia), menaikkan gairah berlebihan, dan menekan rasa lapar. Karenanya, pil ini dapat membuat pemakainya mampu bergadang semalam suntuk tanpa terasa letih, seolah-olah memiliki sumber tenaga yang tidak terbatas. Tidak mengherankan bila orang semacam Tracy, Pungky dan lainnya dapat berdisko ria semalam suntuk, 7 jam non stop dari jam 9 malam sampai 4 pagi. Malah konon peminum pil ini berang bila diskotek ditutup sementara mereka merasa masih kuat. Bagi kaum selebritis, dengan meminum ecstasy, mereka akan selalu merasa bergembira, bersemangat dan tampil oke. Ecstasy sendiri menurut kamus artinya memang "gairah yang berlebihan".
Tetapi, selain khasiat yang terasa hebat itu, unsur di atas juga menimbulkan efek samping yang cukup gawat. Kokain atau heroin misalnya, dapat menimbulkan kematian mendadak, disamping ketagihan. Amfetamin dapat menimbulkan perasaan sedih, murung dan ketergantungan. Jika pemakaian dihentikan mendadak, beberapa orang bahkan tampak murung sehingga bunuh diri. LSD dapat menimbulkan efek panik, ketakutan dan kehilangan kendali diri. Menurut Al Bachri, psikiater Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati, Jakarta, ecstasy juga akan mengganggu fungsi saraf otak sehingga mempengaruhi fungsi mental, pikiran dan perilaku, Si pemakai tidak bisa lagi menggunakan akal sehatnya, daya penilaiannya pun berkurang drastis. Dia tak ubahnya seperti penderita penyakit jiwa. Celakanya, yang bersangkutan merasa sehat-sehat saja. Padahal, selain merusak otak _ bisa mengakibatkan kematian seperti yang menimpa Wawan, anak perwira tinggi ABRI yang tewas setelah menelan 3 biji ecstasy sekaligus beberapa waktu lalu _ ecstasy pun dapat merusak organ penting lainnya seperti liver dan ginjal.


Ironi
Mengapa mereka mengkonsumsi ecstasy? Al Bachri menilai pil ini hanya dikonsumsi oleh mereka yang kepribadiannya belum matang. Mereka memerlukan stimulus (rangsangan) agar bisa tampil meyakinkan. Faktor keluarga juga memegang peranan penting. Dari penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Dadang Hawari, Guru Besar FKUI, tahun 1990, menunjukkan bahwa kondisi keluarga yang tidak harmonis memberikan peluang 7,9 kali lebih besar pada remaja untuk menyalahgunakan NAZA (narkotik, alkohol dan zat aditif). Karena tidak menemukan kedamaian di dalam rumah, mereka mencarinya di luar rumah, di lingkungan teman-temannya. Pastinya, para peminatnya adalah kalangan berduit. Dari harganya yang Rp 75 perbutir, mana ada kalangan dari kelas bawahan yang sanggup membelinya? Harga segitu pun di diskotek bisa meroket tajam hingga Rp 150 ribu bila malam makin larut. Apalagi bila musim operasi penggerebekan seperti minggu-minggu ini, harga pil "pembawa nikmat sesaat" itu bisa bergerak sampai Rp 250 ribu perbutir. Maka tak heran bila anggaran para penikmat untuk belanja pil ini mencapai angka ratusan ribu bahkan jutaan rupiah perbulan.
Kenyataan ini juga mengisyaratkan sebuah ironi. Satu sisi kita lagi sangat prihatin mengingat masih terdapat 120 juta rakyat Indonesia yang berpenghasilan di bawah Rp 1000 rupiah perhari atau Rp 30 ribu perbulan, sementara segelintir orang dengan ringannya menenggak pil seharga Rp 75 ribu rupiah perbiji. Direktur Serse Mabes Polri, Brigjen Rusdihardjo, memperkirakan pemakai ecstasy di Indonesia mencapai 200 ribu orang lebih. Bila tiap minggu mereka rata-rata menelan 1 butir senilai Rp 75 ribu saja, berarti uang sebanyak Rp 15 milyar seminggu habis percuma! Begitu besarnya uang yang beredar dalam bisnis pil setan ini, bisa dimengerti mengapa banyak orang tertarik untuk ikut-ikutan mengedarkannya. Keuntungan yang diraup sangat fantastis. Menurut Kartono Muhammad, sebenarnya ecstasy sangat mudah dibuat dan ongkosnya juga sangat murah, yaitu hanya Rp 2000 per biji. Dari tangan The Big One _ anak penggede di negeri ini, yang konon punya laboratorium pembuat ecstasy di kawasan Puncak _ pil itu dijual ke bandar menengah Rp 40 ribu per butir, minimal 10 ribu butir. Pil itu dijual lagi ke bandar kecil Rp 60 ribu, minimal 1000 butir. Di tangan pengecer, harganya mencapai Rp 90 sampai Rp 150 ribu. Berapa keuntungan yang masing-masing mereka raup, silakan hitung sendiri.

Tak Ada Dasar Hukumnya?
Tapi mengherankan sekali, kendati sudah diketahui bahayanya, hingga kini aparat kepolisian mengaku tidak memiliki dasar untuk menangkap para pemakai dan pengedarnya. Pilnya disita di mana-mana, tapi pemakai dan pengedarnya dibiarkan gentayangan. Tindakan polisi yang tidak menangkap pengedar ecstasy, dinilai Kartono Muhammad tidak masuk akal dan tidak konsisten. Penceramah vokal, joki "3-in-1" saja bisa ditangkap meski tidak ada dasar hukumnya, mengapa pengedar ecstasy yang sudah jelas kejahatannya, dibiarkan saja?
Tapi itulah akibatnya bila penataan masyarakat tidak didasarkan pada aturan Islam, pasti kehilangan pegangan. Andai saja mereka mau kembali berpijak pada Islam, dijamin tidak akan kesulitan menyelesaikan masalah itu. Nggak percaya? Ini buktinya. Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda;

"Semua yang mengacaukan akal dan memabukkan (kullu mukhammirin wa kullu muskirin) adalah haram".

Syekh Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dinyatakan oleh Syekh Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqush Sunnah menyatakan, hadits Rasulullah mengenai benda-benda yang yang merusakkan akal ini amat banyak. Seluruhnya berkenaan dengan soal merusakkan akal dan memabukkan tanpa membeda-bedakan suatu jenis tertentu dengan jenis yang lainnya dan tanpa terikat kepada yang dimakan atau diminum. Ecstasy memang barang baru. Benda itu tentu saja belum ada di masa Rasulullah. Tapi dengan satu hadits di atas, cukuplah menjadi pegangan bahwa semua benda, yang dimakan atau diminum, bila mengacaukan akal, termasuk ecstasy, hukumnya haram.
Bagaimana menjualbelikannya? Sebuah keanehan besar bila ecstasy dilarang tapi penikmat dan pengedarnya tidak diambil tindakan apa-apa? Alasan tidak ada pasal-pasal hukum, adalah sangat menggelikan. Terhadap tindakan menjualbelikan barang haram, sikap Islam sangat tegas. Terdapat kaedah yang berbunyi, "apa saja yang diharamkan, maka diharamkan pula dijual belikan". Kaedah ini berdasar pada dalil. Diantaranya, hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda;

"Jika Allah mengharamkan sesuatu, maka haram pula uangnya (yang diperloleh dari sesuatu itu)."

Dari Jabir, beliau mendengar Rasulullah bersabda; "Sesungguhnya Allah mengharamkan jualbeli khamr, bangkai, babi dan patung."

Al Qur'an dan Sunnah adalah petunjuk hidup. Dengannya kita mampu meniti hidup ini dengan jelas, karena Islam dengan terang menunjukkan mana yang boleh dan mana yang harus ditinggalkan. Dengan Islam, polisi, aparat departemen kesehatan atau siapapun tidak perlu bingung mencari dasar hukum untuk mengambil tindakan terhadap pemakai dan pengedar ecstasy. Juga, para remaja dan penikmat ecstasy, tidak perlu bingung mencari ketenangan dan kebahagiaan. Menelan ecstasy hanya memberikan kegembiraan sesaat yang semu. Bila pengaruhnya hilang, hilang pula rasa gembira itu. Yang sisa hanya rasa murung, sementara uang habis percuma dan muncul keinginan untuk mengkonsumsi ulang pil itu. Bila begitu terus menerus, jadilah ia budak pil. Mereka tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati. Karena rasa bahagia sejati hanya akan diperoleh bila kita hidup sejalan dengan Islam. Rasul bersabda, "As sa'adatu kullu sa'adah tulu al-umri fi tha'atillah _ puncak kebahagiaan adalah hidup dalam taat kepada Allah". Bukan pada ecstasy! n


TUJUAN DAKWAH : MELANJUTKAN KEHIDUPAN ISLAM



Dakwah adalah istilah dari bahasa Arab yang berasal kata da'a - yad'u - da'watan, artinya menyeru, memanggil atau mengundang. Allah SWT. berfirman:

"Mereka mengajak/memanggil ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya" (al Baqarah:221).

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah" (An Nahl:125).

Dakwah dalam bahasa Indonesia tentunya digunakan untuk maksud dakwah Islam yang berarti: suatu usaha atau proses untuk menyebarkan dan mengembangkan Islam kepada masyarakat manusia untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan Islam dalam kehidupan.
Hanya saja, masih banyak di kalangan umat Islam, termasuk mereka yang aktif dalam kegiatan dakwah Islam, yang kurang memahami tujuan dan metode dakwah Islam yang sebenarnya, yakni yang pernah dijalankan oleh Rasulullah saw. Sehingga kita mendengar istilah-istilah yang aneh seperti "dakwah bil hal", "dakwah pembangunan", dan lain-lain. Bahkan mereka yang mengaku menjalankan dakwah sesuai dengan tujuan dan metode (thariqah) Rasulullah saw., ketika ditanya rinciannya, mereka tak dapat menjelaskannya.
Dalam tulisan ini, mengingat ruang yang terbatas, hanya dibahas tentang tujuan dakwah. Pembahasan tujuan dakwah ini penting agar siapapun yang turut serta berjuang dalam aktivitas dakwah mengetahuinya dan mampu secara terus menerus menggambarkan dalam benaknya tujuan setiap aktivitas yang dilakukannya. Dakwah yang dilakukan tanpa tujuan yang jelas hanya akan menghasilkan aktivitas-aktivitas yang tak lebih sekedar berputar-putar di tempat.
Karena Rasulullah saw. adalah suri teladan (uswatun hasanah) bagi kita kaum muslimin (al Ahzab:21), maka dalam berdakwah pun kita harus menjadikan beliau saw. sebagai panutan kita, baik dalam tujuan maupun metode mencapai tujuan itu. Untuk mengenal tujuan dakwah beliau saw. kita harus mempelajari sirah (sejarah) Rasulullah saw. sebab sirah Rasulullah saw. boleh dikatakan sebagai sejarah dakwah Rasulullah saw.


Pelajaran dari Dakwah Rasulullah saw.
Kalau kita perhatikan perjuangan dakwah Rasulullah saw. baik di Mekkah maupun setelah berhijrah ke Madinah, beliau saw. berusaha menegakkan Islam sebagai suatu entitas politik yang memiliki otoritas memerintah dan mengatur hubungan antar manusia di masyarakat sesuai dengan Islam. Sebab, Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Rasulullah saw. itu bukan sekadar agama ritual atau sedikit norma-norma untuk memperbaikan sebagian kerusakan di masyarakat. Tetapi Islam adalah pemikiran dinamis yang diserukan untuk meruntuhkan seluruh sistem dan pemikiran yang ada di masyarakat, lalu membangun kembali masyarakat secara keseluruhan atas dasar aqidah Lailaha illallah. Siapapun yang menerima Islam, dia mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta dan Pembuat Syari'at/Hukum; dan ia meninggalkan seluruh ide dan ikatan, serta ia gantikan dengan apa-apa yang ditentukan Allah SWT. Realisasi penerimaan seseorang atas aqidah Islam adalah menjadikan aqidah itu sebagai sumber kebudayaan yang dia anut, pendorong cara berfikir dan mengelola jiwanya, dan menjadikannya sebagai standar atas segala aspek kehidupannya. Jadi, Islam datang untuk membentuk masyarakat baru dengan meninggalkan seluruh sistem dan pedoman undang-undang yang ada pada masyarakat lama, lalu merestrukturisasi dengan aqidah Islam dan sistem yang dibangun di atas aqidah itu.
Dalam rangka merealisasikan hal itu, dengan rasa penuh tanggung jawab mengemban kalimat Allah, sejak hari pertama mendapatkan wahyu, beliau saw. segera menyampaikan Islam kepada istri beliau saw., Khadijah r.a., dan sejak hari itu beliau saw. tak pernah beristirahat mendakwahkan Islam. Para shahabat beliau saw. yang telah memeluk Islam sependirian dengan beliau saw. Mereka memikul seluruh tanggung jawab dan pengorbanan yang dituntut allah atas mereka. Beserta para sahabatnya itulah, Rasulullah saw. terus menantang ide dan sistem yang ada dalam rangka mewujudkan tujuan yang digariskan oleh Allah SWT: Menjadi pewaris bumi dengan mengokohkan syari'atNya dan mengemban Islam ke seluruh dunia agar dunia kembali menyembah Allah SWT sebagai Sang Pencipta.
Dari sini Rasulullah saw. berjuang menegakkan Islam sebagai entitas politik yang bisa digunakan sebagai wahana untuk mengimplementasikan Syari'at Islam dan sebagai alat untuk mengemban Islam ke seluruh dunia. Di Mekkah beliau saw. menghimpun orang-orang yang telah mengimani Islam dan menjadikannya sebagai sumber pemikiran, perasaan, dan kebudayaan mereka. Kelompok muslim itu lalu bergerak dengan konsentrasi membicarakan penyimpangan-penyimpangan dan ide-ide yang salah yang telah meresap di masyarakat. Dakwah tidak dijalankan dengan melakukan perbaikan parsial sambil tetap menerima status quo masyarakat yang telah rusak. Malahan dakwah yang mereka sampaikan adalah dengan melakukan pembongkaran secara menyeluruh atas kepercayaan yang ada, ide-ide, dan peraturan, serta seluruh sistem yang muncul darinya. Dakwah yang demikian inilah yang memungkinkan terjadinya perubahan masyarakat secara menyeluruh. Para penguasa Mekah pun menghantam mereka dengan berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang keras dan kasar.
Disamping berbagai siksaan dan penganiayaan yang mereka timpakan atas kaum muslimin, mereka seringkali berusaha mencoba membujuk Rasulullah saw. dengan tawaran-tawaran yang menyimpangkan tujuan dakwah Rasulullah saw. seperti kekuasaan politik, popularitas, dan kemewahan. Tetapi semua itu beliau saw. tolak. Beliau saw. tetap dalam pendiriannya dan tak mau menyerah dengan bujukan dan rayuan itu meskipun mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan yang luar biasa.
Dakwah terus berlangsung. Rasulullah saw. menampilkan kesungguhan dan kejelasan tujuan beliau saw. sebagai suatu gerakan ideologi dan politik yang tak ada taranya hingga mendapatkan bai'at (penyerahan kekuasaan) para penguasa kota Madinah dan membangun masyarakat baru yang terbaik di dunia. Kurang dari satu generasi Islam telah menaklukkan Rumawi dan Persia serta berkuasa di seluruh dunia.
Jadi, tujuan yang jelas dari dakwah Islam, yakni melanjutkan kehidupan Islam yang peranah dirintis Rasulullah saw. dan para sahabatnya itulah, akan memungkinkan umat Islam sekarang berjuang kembali mencapai kejayaannya kembali. n


JANJI ALLAH BAGI PARA PENGEMBAN DAKWAH

Dakwah wajib bagi setiap muslim, baik dilaksanakan secara individual, secara berjamaah maupun melalui negara. Dakwah merupakan urat nadi penentu tegak tidaknya Islam. Begitu pentingnya dakwah, maka Allah berjanji bagi para pengemban dakwah, dengan janji yang benar dan pasti akan terujud, akan mengaruniakan kemuliaan, pahala yang tiada terputus, pertolongan, kemenangan dan sorga.

1. Predikat sebaik-baik ummat (khairu ummah)

"Kamu sekalian adalah sebaik-baik ummat (khairu ummah) yang diturunkan kepada manusia, menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah" (ali Imran:110)

2. Menjadi kelompok yang beruntung

"Hendaklah ada sekelompok diantara kamu yang mengajak kepada Islam (al-khair), menyeru kepada yang ma'ruf dan menjegah dari yang mungkar. Itulah orang-orang yang beruntung" (ali Imran:104)

3. Pahala yang terus mengalir

"Jika manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga macam: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya" (HR. Muslim)

4. Mendapat pahala dari orang yang mengikuti


"Barang siapa memberi petunjuk kebaikan, maka baginya akan mendapatkan ganjaran seperti ganjaran yang diterima oleh orang yang mengikuti, dan tidak berkurang sedikit pun hal itu dari ganjaran orang tersebut." (HR. Muslim)

"Barang siapa membuat (menganjurkan dan mengamalkan) kebaikan dalam Islam maka ia akan mendapat pahala serta tambahan pahala dari orang yang mengikuti (ajarannya itu) tanpa sedikitpun mengurangi ganjaran orang itu. Dan barang siapa membuat (menganjurkan dan mengamalkan) keburukan, maka ia akan mendapat dosa serta tambahan dosa dari orang yang mengikuti (ajaran itu) tanpa sedikitpun mengurangi dosa orang itu." (HR. Muslim)

5. Bila dakwah dilancarkan melalui jihad, Allah berjanji akan mengampuni semua dosa, memberikan surga, pertolongan dan kemenangan yang dekat (ash Shaff:10 - 13)

"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?"

"(yaitu) kamu beriman kepada Alah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya"

"Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar"

"Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman"


Khatimah
Melihat janji-janji Allah yang demikian gamblang, tidak tergerakkah kita untuk segera terlibat dalam dakwah? Sikap mukmin sejati, mendengar panggilan Allah untuk membela agamanya, semestinya seperti orang-orang Hawariyyun yang siap menjadi penolong agama Allah (ansharullah) ketika nabi Isa memanggilnya.


"Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?", Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir. Maka Kami berikan kekuatan kepada orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang" (ash Shaff:14)

Siapkah kita menjadi Ansharullah? Bila kita tidak mau menolong agamanya, bagaimana kita bisa berharap mendapatkan pertolongan Allah? Wallahu'alam bi al-shawab. n


OBYEK DAN SUBYEK DAKWAH

Salah satu hal terpenting dalam dakwah adalah memahami siapa pelaku (subyek) dan ladang garap (obyek) dakwah. Ini berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan cara dakwah yang akan ditempuh. Secara ringkas, pelaku atau subyek dakwah bisa dibagi menjadi tiga, yakni: individu, jamaah dan daulah (negara). Sedang ladang garap (obyek) dakwah ada dua: orang kafir (sebagai individu dan negara) dan muslim.
Dakwah kepada individu kafir bertujuan untuk mengubah aqidahnya menjadi aqidah Islam. Dakwah seperti ini bisa dilakukan oleh individu muslim dengan mengajak secara langsung individu kafir, melalui berbagai cara, untuk masuk Islam. Dakwah semacam ini akan lebih efektif bila dilakukan oleh sebuah jamaah. Dengan jumlah orang dan sumber daya (dana, pikiran dan tenaga) yang lebih besar, kemampuan untuk melakukan dakwah kepada orang-orang kafir tentu lebih besar pula. Hasilnya juga tentu akan lebih baik ketimbang dakwah yang dilakukan sendiri. Tapi yang paling efektif adalah dilakukan oleh negara. Melalui penerapan hukum Islam di tengah masyarakat, orang kafir yang hidup dalam masyarakat Islam sebagai ahludz dzimmah -- orang kafir yang dibiarkan dalam kekafirannya tapi hidup dalam daulah Islam sebagaimana warga negara muslim yang lain -- akan melihat secara langsung kehidupan Islam dan merasakan sendiri kerahmatannya. Sementara, penjelasan terus menerus yang dilakukan oleh negara melalui media massa tentang ajaran Islam dan kesalahan aqidah kufur, ditambah dengan pendekatan yang dilakukan oleh orang-orang Islam secara individual dan kegiatan jamaah dakwah yang ada, membuat ahludz dzimmah akan menilai aqidah yang dipeluknya untuk kemudian terdorong menggantinya dengan aqidah Islam. Sekalipun begitu, andai ia tidak juga mau berubah, tetap saja tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam.
Sementara, dakwah kepada kaum kufar sebagai negara tentu saja hanya bisa dilakukan oleh negara. Daulah Islam melalui para dutanya, akan mengajak para pemimpin dari berbagai negara kufur untuk masuk Islam. Juga kepada para penduduk negeri itu, melalui para da'i yang resmi sebagai utusan negara ataupun bukan, diserukan untuk memeluk Islam. Dijelaskan kepada mereka dengan hujjah (argumen) yang nyata, dalil yang kuat dan bukti yang tak terbantah tentang kebenaran Islam, sehingga menggugah akal mereka, menyentuh perasaan dan menggetarkan jiwa mereka. Bila mereka menolak untuk masuk Islam, mereka diminta tunduk kepada daulah Islam sebagai ahludz dzimmah dengan kewajiban membayar jizyah. Mereka diperlakukan sama dengan orang Islam. Bila ajakan untuk membayar jizyah dan tunduk kepada daulah juga ditolak, barulah mereka diperangi.

"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Islam), dari orang yang diberi al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk" (at-Taubah:29)

Sedang dakwah kepada orang Islam bertujuan untuk meningkatkan iman dan taqwanya, mempertinggi kualitas kepribadian (syakhsiyyah) Islamnya serta memperkuat ketundukannya pada aturan Islam. Dakwah ini dapat dilakukan oleh individu muslim melalui dakwah fardiyah, baik dengan pendekatan personal maupun kelompok dalam berbagai forum. Tapi, sama seperti dakwah kepada orang kafir, akan lebih efektif bila dilakukan secara berjamaah. Dan yang paling efektif tentu saja dilakukan oleh negara.
Dakwah oleh negara kepada setiap muslim dilaksanakan dengan cara menerapkan hukum Islam secara murni dan konsekuen, disertai penjelasan tentang berbagai asperk ajaran Islam secara terus menerus melalui berbagai media massa dan contoh para pemimpin Islam. Maka, setiap muslim akan melihat secara langsung kehidupan Islam dan merasakan sendiri kerahmatannya. Kebaikan, kemuliaan dan kerahmatan ajaran Islam akan terujud secara nyata. Sementara terlihat pula para pemimpin Islam adalah figur-figur yang pantas diteladani, karena mereka juga konsekuen dengan keIslaman mereka. Ini juga merupakan dakwah buat siapa saja di seluruh penjuru dunia, yang mendengar dan melihat kehidupan Islam melalui media massa. Secara demikian umat Islam akan semakin mantap memeluk Islam dan bergairah hidup secara Islamy. Dan orang-orang yang hidup di luar daulah Islam tergerak hatinya untuk hidup dalam kehidupan Islam itu. Wallahu 'alam bi al-shawab. n

TUJUAN DAKWAH DAN ANCAMAN BILA MENINGGALKANNYA

Dakwah adalah gerakan atau upaya terus menerus untuk merubah manusia _ pikiran, perasaan dan tingkah lakunya _ dari jahiliah ke Islam, atau dari yang sudah Islam menjadi lebih Islam lagi, hingga terbentuknya tatanan masyarakat yang Islamiy. Dari definisi ini, dapat dirumuskan bahwa tujuan dakwah secara umum adalah:

1. Mentauhidkan Allah
Inti dakwah Islam adalah seruan kepada manusia untuk mentauhidkan Allah. Maka dakwah Islam biasa juga disebut dakwah ila tauhidillah. Seseorang yang bertauhid artinya beriman (membenarkan secara pasti) terhadap wujud (keberadaan) Allah berikut segala sifat dan asma'-Nya. Nilai tauhid akan membawa seseorang kepada iman terhadap Malaikat, Kitab-kitab, Rusul, Hari Akhir dan Qadha serta Qadar Allah, yang kesemuanya termasuk dalam pengertian aqidah Islam. Dengan kata lain, dakwah bertujuan menanamkan aqidah Islam.

2. Menjadikan Islam sebagai rahmat
Iman kepada Allah tidak hanya sekedar percaya akan wujud (adanya) Allah. Tapi harus disertai dengan ketundukan pada segenap hukum atau syariat-Nya. Bila rasulullah diutus tidak lain untuk membawa rahmat kepada Allah, maka rahmat yang dimaksud akan dirasakan manakala syariat Allah tersebut diterapkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Dakwah bertujuan untuk menjadikan sedemikian agar syariat Allah diterapkan dalam kehidupan masyarakat di bawah naungan daulah khilafah. Darinya rahmat yang dijanjikan Islam akan terujud.

3. Menjadikan Islam sebagai pedoman hidup manusia
Islam adalah agama untuk seluruh umat manusia. Dengan misi mengajak manusia seluruhnya mentauhidkan Allah dan menjadikan Islam sebagai rahmat, dakwah terus dikembangkan ke segenap penjuru dunia melalui berbagai cara. Konsekuensinya, pertentangan dengan negara-negara lain, yang membawa paham selain Islam, tak terhindarkan. Tapi semuanya dihadapi dengan semangat dakwah dan jihad, sehingga futuhat (penaklukkan daerah baru) selalu terus bisa dicapai. Sementara, tujuan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup semua manusia baru bisa diujudkan bila daulah Islam, dimana masyarakat Islam berada, menjadi adikuasa karena di dunia memang harus adikuasa yang "memerintah" dunia. Bedanya dengan adikuasa jahiliah, adikuasa Islam menyebarkan tauhid dan rahmat, sebagaimana telah dibuktikan oleh sejarah Islam, yang berpuncak saat daulah Abbasiyah berkuasa.

4. Menggapai Ridha Allah
Ini tujuan dari segala tujuan. Dakwah adalah bagian dari ibadah. Sebagai ibadah, dakwah akan memiliki nilai di sisi Allah bila dijalankan dengan cara yang benar (shawaban) dan dengan hati yang ikhlas (khalisan). Kesuksesan dakwah, yakni dicapainya tujuan yang pertama, kedua dan ketiga di atas bukanlah yang utama. Tidak sedikit para Nabi yang bahkan tak berhasil mengajak anaknya, istri atau keluarganya bertauhid. Mereka tidak bisa disebut gagal, karena langkah dakwahnya itu Insya Allah, tetap dinilai sebagai amal shaleh di sisi Allah. Oleh karena itu, harus menjadi tujuan dari segala tujuan para aktivis dakwah untuk menggapai ridha Allah dalam dakwahnya itu. Caranya ialah dengan menjalankan dakwah sesuai tuntunan agama dan dengan ikhlas.

Sedang secara khusus dakwah bertujuan untuk:
1. Didapatkannya kader
Dakwah adalah pengkaderan. Suatu proses dimana diturunkan pemahaman Islam dan perjuangannya kepada para kader, sedemikian sehingga mereka mampu melanjutkan estafeta perjuangan. Rasulullah sendiri memulai dakwahnya di Makkah dengan mengkader para sahabat di rumah al-Arqam. Merekalah yang kemudian melanjutkan dakwah Islam. Sampainya Islam kepada kita, di Indonesia sekarang ini, adalah lantaran para kader di setiap kurun dan jaman tak putus-putusnya menggerakkan dakwah.


2. Terbentuknya jamaah
Dakwah bisa dilaksanakan secara sendiri (fardiah) maupun secara bersama (jama'iyyah). Tapi dakwah untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat dan pandangan hidup semua manusia, mutlak harus dilakukan secara berjamaah. Oleh karenanya, secara khusus dakwah juga bertujuan untuk _ dari para kader tadi _ mewujudkan jamaah dakwah. Melalui jamaah itu, dakwah dapat dilaksanakan dengan lebih sempurna. Bahkan untuk tegaknya daulah, keberadaan jamaah dakwah mutlak adanya.

3. Tegaknya daulah
Bila daulah Islam tidak ada, maka salah satu tujuan dakwah adalah tegaknya kembali daulah itu. Bila daulah telah ada, maka dakwah bertujuan untuk menjaga eksistensi daulah serta menjaganya agar tetap dalam rel Islam. Melalui daulah Islam, hukum Islam dapat diterapkan secara sempurna, sedemikian sehingga kehidupan Islam yang penuh rahmat Islam, sebagaimana dijanjikan Allah, dapat direalisasikan. Dengan kekuatan daulah pula, dakwah dan jihad ke segenap penjuru dunia dapat dilakukan.


Bila Dakwah Ditinggalkan
Bila dakwah ditinggalkan, semua tujuan-tujuan mulia diatas tidak akan terwujud. Akibatnya; Di tengah manusia berkembang kemusyrikan dan kekafiran, sebagai lawan dari tauhid.

Bila tidak ada tauhid, tak akan ada pula hukum Allah. Manusia akan hidup dengan hukum jahiliah. Bukan rahmat yang didapatkan, melainkan laknat. Berupa kerusakan, maraknya kejahatan dan sebagainya. Semua akan menimpa manusia secara umum. Tidak secara khusus kepada hanya orang yang dzalim saja. Bila ada tauhid, tapi dakwah tidak gencar dilakukan, akan berkembang kemaksiyatan, yakni pelanggaran terhadap hukum Allah.
Salah satunya umat Islam akan dipimpin oleh orang yang buruk.

Dunia akan tetap dikendalikan oleh adikuasa jahiliah. Yang disebarkan olehnya bukan nilai-nilai tauhid dan rahmat tapi sebaliknya, kejahiliahan dan laknat. Maka dunia selamanya akan pe-
nuh dengan gejolak permusuhan, kerusakan moral dan segenap problema.
Tidak akan mendapat ridha Allah

Secara khusus, bila dakwah ditinggalkan akan berakibat:
Tidak didapatnya kader. Dakwah miskin penggerak. Maka keberlangsungan dakwah terancam.

Bila kader tidak ada, bagaimana jamaah dakwah akan terbentuk?

Bila tidak ada jamaah dakwah, bagaimana daulah Islam akan tegak? Bila daulah Islam tidak tegak, bagaimana bisa diharap hukum Islam diterapkan secara sempurna. Dan, kita, bagaimana
bisa hidup secara kaaffah sebagai seorang muslim?
Wallahu'alam bi al-shawab.


MENGAPA HARUS BERDAKWAH

 Islam adalah agama dakwah. Artinya, bahwa Islam bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia, dipeluk, dipahami dan diamalkan oleh manusia dari berbagai suku dan bangsa adalah oleh karena dakwah, yang dilancarkan tanpa henti di sepanjang kurun sejarah Islam. Salah satu dari inti ajaran Islam memang perintah kepada umatnya untuk berdakwah, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah (tauhid) dengan hikmah (hujjah atau argumen). Dan menjadi salah satu ciri seorang mukmin adalah kepeduliannya terhadap dakwah. Bersama mukmin yang lain atau mukminat, ia bahu membahu melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Ia yakin tidak ada aktifitas yang lebih mulia dalam hidup ini kecuali mendedikasikan diri dalam dakwah Islam.

"Serulah manusia ke jalan Rabb-mu (allah) dengan jalan hikmah (hujjah) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" (an-Nahl:125)

"(dan) orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (at-Taubah:71)

"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang muslim" (Fushilat:33)

Misi Utama Rasulullah
Misi utama Muhammad sebagai rasulullah (utusan Allah) adalah berdakwah, mengajak semua manusia kepada jalan yang benar, memberi kabar gembira berupa pahala serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (surga) bagi siapa saja yang bersedia mengikuti jalannya, juga memberi peringatan akan datangnya azab berupa kesengsaraan, kekacauan hidup di dunia dan akhirat (neraka) bagi yang mengingkarinya.

"Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, mengajak kepada jalan Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" (Yusuf:108)

"Dan tidaklah aku utus engkau kecuali kepada seluruh umat manusia, (dengan) membawa kabar kembira dan peringatan" (Saba:28)

"Dan tidaklah aku utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam" (Anbiya:108)

Fakta sejarah membuktikan, bagaimana Rasulullah berhasil menegakkan sebuah peradaban khas yang penuh rahmat di atas landasan tauhid di kawasan Jazirah Arab yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Berkenaan dengan daya pengaruh peradaban Islam ini, orientalis terkemuka L. Stoddard, memberikan pujian dalam bukunya The New World of Islam. Katanya, "Bangkitnya Islam barangkali satu peristiwa yang paling menakjubkan dalam sejarah manusia. Dalam tempo kurang dari seabad, dari gurun tandus dan suku bangsa terbelakang, Islam telah tersebar hampir menggenangi separuh dunia. Menghancurkan kerajaan-kerajaan besar, memusnahkan beberapa agama besar yang telah dianut berbilang zaman dan abad".

Ujud Kasih Sayang
Dalam pergaulan sehari-hari diperlukan saling mengingatkan. "Manusia adalah tempatnya keliru dan lupa", kata Rasulullah. Maka wajar bila manusia acap bertindak menyimpang dari tuntunan agama, baik karena khilaf ataupun karena dorongan hawa nafsu. Di sinilah peringatan dan nasehat dari sesama muslim sangat diperlukan. Al-Qur'an menyebut aktifitas taushiah bi al-haq dan taushiah bi al-sabr sebagai ciri orang yang beriman yang beruntung.

"Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi. Kecuali orang yang beriman dan beramal shaleh, serta yang saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan dalam kesabaran" (al-Ashr:1-3)

Jadi, dakwah sesungguhnya merupakan cermin dari kepedulian seorang muslim terhadap muslim lainnya, bahkan sesama manusia. Dengan rasa kasih sayang, seorang muslim _ sesuai teladan yang diberikan Rasulullah _ mengingatkan orang lain agar tidak menempuh jalan hidup yang salah. Yakni mempercayai (mengimani) yang tidak layak dipercayai serta bertindak dan berfikir tidak sesuai tuntunan agama Islam. Inilah hakekat dakwah.
Dengan dakwah, umat Islam dihindarkan dari sikap individualistis dan tidak peduli akan nasib sesama. Pengalaman menunjukkan, bahwa sikap individualistis telah menimbulkan berbagai problema masyarakat yang tidak terbayangkan sebelumnya, seperti berkembangnya penyakit AIDS. Penyakit yang sangat mematikan itu, sebenarnya tidak perlu muncul bila saja masyarakat peduli terhadap tindak penyimpangan seksual yang dilakukan orang lain. Inilah tabiat masyarakat. Kadang-kadang suatu tindakan yang sekilas bersifat individual, tapi bila dibiarkan dampaknya akan berpengaruh secara komunal, persis yang digambarkan oleh Rasulullah dalam sebuah haditsnya.

"Perumpamaan keadaan suatu kaum/masyarakat yang menjaga batasan hukum-hukum Allah adalah ibarat suatu rombongan yang naik sebuah kapal. Lalu mereka membagi tempat duduknya masing-masing, ada yang di bagian atas dan sebagian lagi di bagian bawah. Dan bila ada orang di bagian bawah akan mengambil air, maka ia harus melewati orang yang duduk di atasnya. Sehingga orang yang di bawah tadi berkata: 'Seandainya aku melubangi tempat duduk milikku sendiri (untuk mendapatkan) air, tentu aku tidak mengganggu orang yang di atas.' Bila mereka (para penumpang lain) membiarkannya, tentu mereka semua akan binasa". (HR. Bukhari)

Wallahu 'alam bi al-shawab.