Sabtu, 21 Februari 2009

HIDAYAH DAN DLALALAH

 Banyak orang yang salah paham terhadap masalah hidayah (petunjuk) dan dlalalah (kesesatan) dengan menisbahkannya kepada Allah SWT secara mutlak. Menurut mereka, kalau Allah SWT menghendaki seseorang mendapat hidayah, tentu ia akan mendapatkan hidayah. Sebaliknya kalau Allah SWT berkehendak menyesatkan dia, tentu dia akan sesat. Kesalahpahaman itu terjadi tatkala mereka mendengar atau membaca ayat-ayat Allah SWT seperti:

"Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah untuk diberi hidayah (petunjuk), niscaya Allah melapangkan dadanya untuk menerima agama Islam. Dan siapa saja yang dikehendaki Allah untuk disesatkan (diberi dlalalah), niscaya Allah jadikan dadanya sempit dan picik, seolah-olah ia tengah naik ke angkasa" (QS. Al An'am :125).

Kesalah pahaman terhadap ayat tersebut terletak pada anggapan bahwa manusia tak berdaya melakukan perbuatan menurut pilihannya sendiri. Oleh karena itu, mereka menganggap tidak perlu beriman, tidak perlu berbuat baik atau tidak perlu melaksanakan perintah Allah dan RasulNya, dan tidak mengapa berbuat jahat dan maksiat, serta melanggar larangan Allah dan RasulNya dengan alasan "terpaksa" lantaran tidak mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Mereka menganggap segala penyelewengan tersebut tak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari kiamat kelak, apalagi disiksa. Sebab, kata mereka, jika Allah menyiksa orang yang Dia sesatkan, maka berarti Allah menzhalimi orang tersebut! Mahasuci Allah dari anggapan semacam ini! Allah tidak akan menyiksa hambanya tanpa ada pelanggaran yang dia lakukan sebagaimana firmanNya:
"Siapa saja yang beramal shalih, maka pahalanya untuk dirinya sendiri. Dan siapa saja yang berbuat jahat, maka dosa dan siksanya atas dirinya pula. Dan Rabb (Tuhan) kalian tidak menzhalimi hambaNya" (QS. Fushilat:46)

Oleh karena itu, untuk meluruskan pemahaman kita terhadap masalah hidayah (petunjuk) dan dlalalah (kesesatan), kita perlu mempelajari macam-macam hidayah yang dapat dipahami dari ayat-ayat Al Quran dan dimana posisi kehendak manusia itu sendiri dalam hidayah tersebut.

Macam-macam Hidayah
Dari ayat-ayat yang menyebut-nyebut tentang hidayah dan dlalalah dapat kita petik tiga macam hidayah yang diberikan Allah SWT kepada manusia, yaitu hidayah al khalq, hidayah al irsyad wal bayan, dan hidayah at taufiq.

l Hidayah al khalq atau hidayah penciptaan adalah bahwa Allah SWT telah menciptakan dalam diri manusia (secara built in) berupa fitrah kebutuhan dan pengakuan kepada sang pencipta (ar Ruum:30) dan qabiliyyah atau kesediaan untuk cenderung kepada yang baik maupun yang buruk (al Balad:10, dan as Syam:7-8), serta al aql atau kemampuan berfikir untuk membedakan yang baik dari yang buruk itu (an Nahl:78, al A'raf:179, al Mulk:10, al Ankabut:43, al Baqarah:170-171, al Maidah:58, al Anfal:22, Yunus:100).

l Hidayah al irsyad wal bayan atau hidayah petunjuk dan penjelasan adalah datangnya risalah yang dibawa oleh para Rasul yang memuat petunjuk dan penjelasan atau petunjuk pelaksanaan (juklak) hidup manusia sebagai hamba Allah SWT. Tugas dari para Rasul adalah menyampaikan risalah juklak itu dan membimbing manusia ke jalan yang diridlai Allah serta menjauhkan diri dari jalan yang dimurkai Allah SWT. Allah berfirman:

"Sesungguhnya engkau adalah pemberi peringatan dan bagi setiap kaum itu ada seorang penunjuk (seorang Rasul yang menuntun ke jalan Allah)" (QS. Ar Ra'd:7)

"Adapun kaum Tsamud, sesungguhnya kami telah memberi petunjuk kepada mereka. Namun mereka lebih menyukai kebutaan (kesesatan/dlalalah) daripada petunjuk" (QS. Fushilat:17)

Dan Allah SWT mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengadzab suatu kaum sebelum datangnya hujjah atau petunjuk yang dibawa Rasul kepada mereka sebagaimana firmNya:

"Tidaklah Kami menurunkan adzab (kepada suatu kaum) sebelum Kami mengutus seorang Rasul (kepada mereka)" (QS. Al Isra':15)

l Hidayah at taufiq atau hidayah bimbingan adalah taufiq atau bimbingan dan bantuan dari Allah SWT kepada hambaNya yang telah diberi nikmat hidayah al khalq secara sempurna lalu ia menerima pesan-pesan hidayah al irsyad wal bayan yang sampai kepadanya melalui Rasul, utusan Rasul, atau pewaris Rasul. Bimbingan ini diberikan kepada si hamba tersebut lantaran ia memilih menerima hujjah risalah, padahal ia telah dibebaskan oleh Allah untuk menerima atau menolaknya (al Kahfi 29), yakni menerima jalur hidayah atau menolak jalur itu dan memilih jalur dlalalah alias kesesatan. Oleh karena ia memilih menerima, maka Allah mentaufiqnya, membantunya, dan memudahkannya dia memahami hujjah-hujjah risalah dan hidup dengan menempuh jalan risalah itu. Allah SWT berfirman:

"Dan mereka yang mencari hidayah (petunjuk) niscaya Allah akan menambahkan hidayah kepada mereka serta akan memberinya ketaqwaa" (Muhammad:17)

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik" (al Ankabut:69).

"Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka akan diberi petunjuk oleh Rabb mereka lantaran keimanan mereka" (Yunus:9).

Sebaliknya orang-orang yang menolak hujjah Rasul, berpaling dari kebenaran, bahkan terus-menerus menentang Rasul, mereka tidak akan mendapat taufiq atau bimbingan Allah untuk menuju jalan kebenaran. Allah akan mencegah mereka dengan menutup mata, telinga, dan hati mereka dari kebenaran. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, tidak akan diberi petunjuk oleh Allah. Dan bagi mereka tersedia adzab yang pedih" (an Nahl:104)

Demikian juga Allah tidak akan memberi bimbingan taufiq kepada hidayah bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan hidayah, kecuali jika mereka melepaskan sifat-sifat buruk itu (al Ahqaf:10, at Taubah:80, an Nahl:107, an Nahl:37, Ghafir:28, as Shaf:5, an Nisa:155, al Muthaffifin:155).


Peranan Manusia dalam Hidayah
Dari uraian di atas jelaslah bahwa manusia sebagai hamba Allah itu sendirilah yang bebas mengusahakan dirinya untuk menempuh dan mendapatkan jalan hidayah maupun jalan kesesatan. Ialah yang menentukan pilihan satu dari dua jalan itu, tanpa ada paksaan. Hanya saja, jika ia memilih jalan hidayah, maka Allah akan menambahkan hidayah kepadanya, mentaufiqnya dan membantunya, serta memudahkan baginya menempuh jalan hidayah itu. Sebaliknya, jika ia memilih jalan dlalalah atau jalan sesat, maka Allah akan lebih menyesatkannya. Mata kepala dan mata hatinya akan ditutup oleh Allah dari kebenaran sebagai hukuman atas kesesatan yang dilakukannya.
Jadi tidak ada kesesatan dari awal, tidak ada kesesatan built in atau kesesatan dari sononya. Tidak ada. Yang ada adalah bahwa si hamba melakukan perbuatan sesat dan tidak segera menyadari dan menghindarinya, lalu ia cenderung terus-menerus melakukan kesesatan dan mensifati diri dengan sifat-sifat orang sesat, serta tidak mau mendengar dan mengindahkan berbagai peringatan yang disampaikan kepadanya. Ia menolak kebenaran hidayah. Orang-orang seperti itu akan dibiarkan oleh Allah menempuh jalur yang ia ingini: jalur kesesatan! Dan Allah tidak mebuka mata kepala dan hatinya untuk melihat jalur kebenaran sebagai jalur alternatif baginya. Syaithan pun menghiaskan kebaikan pada jalur yang ditempuhnya dan menggambarkan buruk terhadap jalur kebenaran hidayah. Sehingga dia merasa yakin dan merasa benar dengan jalur sesat yang ditempuhnya itu, bahkan ia perjuangkan hingga akhir hayatnya. Itulah celakanya!
Oleh karena itu, bagi kita yang beriman kepada Allah, ayat-ayatNya, RasulNya, dan hari qiyamatNya kelak, hendaknya berhati-hati dari perbuatan yang bisa menggelincirkan kita ke dalam jurang kesesatan dengan menyadari bahwa setiap perbuatan sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawaban (al Mudatsir:38) dan akan kita lihat rekamannya nanti di hari kiamat (al Zalzalah:7-8). Disamping itu, mengingat kita sebagai manusia memiliki sifat lemah dan gampang terperdaya bahkan bodoh dan menganiaya diri sendiri, maka tepatlah Allah SWT mengajarkan kepada kita agar senantiasa memohon hidayah kepadanya dalam shalat minimal 17 kali sehari, sebagaimana firmanNya: Ihdinas shiraathal mustaqiim" (al Fatihah:6). Rasulullah saw. pun selalu berdoa:

"Ya Allah, Dzat yang kuasa membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku dalam agamaMu" (HR. Tirmidzi dan Hakim)

"Ya Allah, dengan kemuliaanMu yang tiada tuhan selain Engkau, aku berlindung agar Engkau tidak menyesatkan aku" (HR. Muslim)
Kalau Rasulullah saw. pembawa hidayah yang ma'shum itu berdoa' seperti itu, apalagi kita?! n



Tidak ada komentar:

Posting Komentar