Sabtu, 21 Februari 2009

PENDIDIKAN ANAK VERSI ISLAM

Pembahasan tentang pendidikan anak akhir-akhir ini menjadi sangat penting dan menarik perhatian masyarakat, khususnya para orang tua yang tidak ingin anaknya terseret ke dalam bahaya kenakalan anak remaja yang semakin meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Riak-riak ABG yang sok ngeceng dan keluyuran di mal, pacaran, ke diskotek, mabuk, pil BK, ectasy, tawuran, dll, seakan tak kuasa diredam oleh para orang tua, guru, bahkan penguasa. Dengan demikian, setiap ibu, tatkala anaknya mulai menginjak masa remaja keluar dari rumah, perasaan ibu itu senantiasa was-was akan apa yang akan terjadi dengan anaknya di luar rumah. Kalau kita membayangkan bagaimana keadaan anak-anak kita pada abad 21 nanti, dengan melihat kecenderungan masyarakat di era globalisasi sekarang, nampaknya kita harus waspada dan mempersiapkan bekal pendidikan buat mereka yang jauh lebih baik dari sekarang. Dalam hal ini ada benarlah nasihat Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah: "Didiklah anak-anakmu sebab mereka akan menghadapi tantangan zaman yang tidak pernah kamu hadapi sekarang".
Mendidik anak adalah suatu keharusan bagi orang tua. Sebab anak adalah keturunan manusia yang akan melanjutkan estafet kehidupan generasi sebelumnya. Setiap bayi yang dilahirkan ibunya akan tumbuh _kalau tidak mati di tengah jalan_menjadi anak-anak kecil, anak remaja, dewasa, dan orang tua, lalu mati meninggalkan dunia. Anak-anak yang tadinya lemah tumbuh menjadi sosok manusia yang kuat dan menggantikan para orang tua yang telah mulai renta. Allah SWT melukiskan fenomena alam itu dalam firmanNya:

"Allah, Dialah yang telah menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban..." (ar Ruum:54).

Oleh karena itu, pentingnya pendidikan bagi calon generasi penerus itu adalah supaya mereka dapat diberikan bekal masa depan agar dapat menjalankan tugas-tugasnya sebagai manusia dewasa dalam realitas kehidupan, baik tugas individual maupun sosial. Dalam pandangan Islam tentulah bekal pendidikan itu meliputi masa depan dunia dan akhirat agar anak-anak kaum muslimin kelak menjadi orang-orang yang sukses dunia akhirat. Sebab Allah SWT. telah meminta kepada setiap muslim agar mencapai sukses untuk kedua kehidupan itu. Dia berfirman:

"Dan rengkuhlah olehmu anugerah Allah SWT, yaitu kebahagiaan di negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (al Qashash:77).
Anak-anak kaum muslimin yang sukses pendidikan dunia dan akhirat-lah yang bisa berbuat baik untuk seluruh umat manusia. Merekalah yang mampu mencegah terjadinya vandalisme yang bakal merusak kehidupan di bumi. Para orangtua mereka pun akan sangat beruntung karena mampu melahirkan generasi pewaris bumi yang merupakan generasi hamba-hamba Allah SWT yang shalih (al Anbiya:105), yang tidak lain adalah himpunan anak-anak mereka yang shalih. Oleh karena itu, betapa pentingnya upaya kaum muslimin melakukan proses pendidikan yang berorientasi dunia akhirat agar mereka dapat kembali mencapai kesuksesan dan keuntungan dunia akhirat, sebagaimana generasi kaum muslimin terdahulu yang menjadi umat terbaik dan memimpin dunia sekitar sepuluh abad. Agar dunia ini tidak diwarisi oleh orang-orang jahiliyah yang justru menentang agama Allah. Sebab, jika mereka yang memimpin dan menguasai bumi, kerusakan dunia pun tak dapat ditawar-tawar lagi.
Dalam situasi kondisi dimana sistem masyarakat -- termasuk di dalamnya sistem pendidikan -- diatur dan disetir oleh tangan-tangan jahil, maka sama halnya dengan anak-anak kaum muslimin menjadi tidak terdidik. Mereka tidak memperoleh bekal-bekal positif bagi dunia dan akhiratnya, sebaliknya, teracuni oleh berbagai racun kehidupan yang membahayakan. Masa depan mereka pun menjadi suram. Keberadaan mereka bukannya memberikan kontribusi yang positif bagi pembangunan peradaban masyarakat. Tapi justru menjadi beban bahkan penyakit masyarakat. Orang tua mereka bukannya dientengkan dan diuntungkan dengan bantuan anak, justru malah direpotkan (al Munafiqun:9) oleh anak yang tak terdidik secara benar itu. Bahkan anak itu bisa menjadi musuh bagi orang tuanya. Benih-benih demikian telah disinyalir oleh Allah SWT dalam firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka..." ( at Taghabun:14).
Namun persoalannya, bagaimana kita mampu mendidik anak dengan pendidikan Islam yang benar dalam situasi dan kondisi runyam seperti sekarang ini? Uraian-uraian berikut ini paling tidak akan membantu kita bersama untuk melaksanakan tugas mulia itu.


Kedudukan Anak
Sebelum kita melaksanakan proses pendidikan anak yang benar perlu kita sadari terlebih dahulu apa hakikat keberadaan anak bagi orang tuanya yang bertugas mendidiknya itu?
Dalam pandangan Islam anak adalah anugerah, amanah, dan sekaligus ujian. Sebagai anugerah bagi sepasang suami istri yang menjalin kehidupan pernikahan, al Qur'an menyebut anak-anak sebagai berita baik (Maryam:7), hiburan lantaran sedap dipandang mata (al Furqan:74), dan perhiasan hidup di dunia (al Kahfi:46). Oleh karena itu, suka cita dan kecintaan orang tua kepada anak adalah suatu kelumrahan yang tak perlu dipertanyakan lagi.
Hanya saja, sebagaimana harta, kedudukan anak yang pasti sangat dicintai oleh kedua orang tuanya itu terkadang kurang disadari oleh orang tua sebagai amanah Allah SWT yang sekaligus juga sebagai ujian bagi orang tuanya. Allah SWT. berfirman:

"Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah ada pahala yang besar" (at Taghabun:15).

Perlu kita ketahui bahwa anak bukanlah sebagai selembar kertas putih (teori tabula rasa), namun ia lahir sebagai hamba Allah dengan fitrah tauhid (al A'raf:172) dan hanif (ar Ruum:30). Barulah kemudian pengaruh lingkungan terhadap dirinya akan menentukan proses kehidupan anak selanjutnya. Rasulullah saw. bersabda:

"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ayah dan ibunyalah (lingkungan terdekat) yang menjadikan anak itu Yahudi, Nashrani, ataupun Majusi" (HR. Abu Dawud).

Dengan demikian, fungsi kedua orang tua adalah memelihara dan menumbuhkan benih fitrah itu menjadi pribadi-pribadi muslim di masa depan yang kuat dan mampu mengatasi segala pengaruh negatif lingkungan.
Dengan demikian sangat jelaslah tugas dan tanggung jawab setiap orang tua muslim untuk mendidik putra-putri mereka dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat untuk mengantarkan mereka dalam pergaulan, pergulatan, dan perjuangan di arena kehidupan. Allah SWT pun telah memberikan peringatan tentang masalah tanggung jawab ini dalam firmanNya:

"Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah (iman, ilmu, dan amal), yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (an Nisa:9).


Tujuan Pendidikan Anak
Tujuan pendidikan anak dalam Islam tentunya sama dengan tujuan pendidikan Islam secara umum. Syaikh Abdurrahman Al Baghdadi dalam bukunya Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam halaman 25-30 mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal para peserta didik dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik mengenai aqidah Islam dengan cabang-cabang pemikirannya, maupun hukum-hukum Islam agar terbentuk pribadi-pribadi muslim (syakhshiyyah Islamiyyah) yang memiliki cara berfikir yang Islami (aqliyyah Islamiyyah) sehingga dapat menentukan pola sikap dan kecenderungan jiwa yang Islami (nafsiyyah Islamiyyah). Pribadi peserta didik tersebut dapat diharapkan senantiasa menjadikan aqidah Islamiyyah sebagai dasar dalam menentukan hukum atas apa-apa yang ada di sekelilingnya. Dia juga menjadikan tingkah laku dan keinginan serta kecenderungannya berdasarkan aqidah Islamiyyah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

"Katakanlah: perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi, tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberikan peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman" (Yunus:101).

"Apa yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu, maka terimalah (laksanakan); dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras siksanya" (al Hasyr:7).

Rasulullah saw. pun bersabda:
"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai dari anaknya, atau ayahnya, atau manusia seluruhnya" (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a.).

"Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian, kecuali apabila aku lebih ia cintai daripada kaluarganya, hartanya, dan manusia seluruhnya" (HR. Muslim).

Dengan kata lain tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi-pribadi yang shalih dan ditinjau dari sudut pandang orang tuanya dia adalah anak shalih.
Anak yang shalih adalah anak yang memiliki aqidah Islamiyyah, yakni beriman kepada Allah dan Rasulnya serta seluruh keimanan yang bersumber darinya dan menjalani hidup sebagai hamba Allah yang bersyukur. Allah SWT antara lain menyebut kriteria anak shalih dalam nasihat Luqman kepada anaknya, yakni tidak mempersekutukan Allah, menyadari pengawasan dan balasan Allah atas setiap perbuatan hambaNya, mendirikan shalat, amar-ma'ruf nahi mungkar, sabar, tidak sombong dan angkuh, dan bersikap lemah lembut (Luqman:13, 16-19).
Sedangkan dalam surat Luqman 14 Allah SWT mewasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tua, bersyukur kepada Allah SWT, dan berterima kasih kepada orang tua.
Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua yang tentunya sangat menonjol dalam diri seorang anak yang shalih disebut berkali-kali dalam Al Qur'an, yakni dalam surat al Baqarah 83, an Nisa 36, al An'am 151, al Isra' 23, al Ankabut 8, dan al Ahqaf 15.
Termasuk di antara sikap baik seorang anak kepada kedua orang tuanya adalah tidak meremehkan keduanya dan selalu mendoakan keduanya. Allah SWT berfirman:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak mengucapkan uff" (al Ahqaf:46,17)
"..-mendoakan orang tua" (Ibrahim:41, an Naml:27,19, al Ahqaf:15)

Hadits Rasulullah saw: Jika meninggal anak Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang mendoakannya.

Kiat-kiat Praktis Menanamkan Islam Pada Anak

-Mengenalkan Allah melalui ciptaanNya
-Menanamkan kecintaan pada Rasulullah saw. dan tokoh-tokoh Islam
-Mengenalkan dan membiasakan membaca Al Qur'an
-Menciptakan kegiatan-kegiatan Islami
-Menciptakan suasana yang Islami
-Membiasakan anak perempuan berbusana muslimah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar