Sabtu, 21 Februari 2009

AQIDAH RUHIYAH DAN AQIDAH SIYASIYAH

Setiap pemikiran yang dijadikan sebagai landasan paling dasar bagi pemikiran-pemikiran berikutnya disebut aqidah. Darinya digali pemikiran dan hukum-hukum cabang. Bila berkaitan dengan masalah keakheratan -- tentang kiamat, pahala, siksa, sorga, neraka, atau berkaitan dengan janji dan ancaman -- disebut aqidah ruhiyah. Sedangkan bila berkaitan dengan pengaturan kehidupan di dunia, pembebanan hukum, serta kebaikan dan keburukan disebut aqidah siyasiah. Misalnya tentang aturan dagang, industri, sewa-menyewa, aturan pengupahan, perkawinan, syirkah, warisan, atau yang berkaitan dengan pemeliharaan persoalan itu, seperti mengangkat pemimpin, ketaatan kepada pemimpin dan kewajiban mengoreksinya, juga persoalan uqubat (sanksi) dan jihad.
Termasuk dalam kategori mana agama-agama dan ideologi-ideologi yang ada di dunia sekarang ini? Agama Nasrani adalah aqidah ruhiyah karena pemikiran mendasar yang ada dan hukum-hukum yang terpancar dari pemikiran itu hanya berkaitan dengan persoalan keakheratan, sama seperti agama Hindhu, Budha, Sinto, dan Kong Hu Cu. Sedang kapitalisme adalah aqidah siyasiyah karena pemikiran dan hukum-hukum yang lahir dari aqidah ini berkaitan dengan persoalan dunia saja, seperti kebebasan (liberalisme), azas manfaat (utilitarianisme), demokrasi, trias politika dan sebagainya. Sosialisme _ termasuk di dalamnya komunisme _ seperti halnya kapitalisme, adalah juga aqidah siyasiyah karena pemikiran-pemikiran serta produk hukum-hukum yang lahir dari aqidah tersebut hanya berkaitan dengan persoalan keduniaan. Misalnya tentang pembatasan dan pelarangan kepemilikan, pembatasan demokratisasi di kelas buruh dan keditaktoran proletariat. Sementara aqidah Islam, berbeda dengan kedua ideologi tadi, adalah aqidah siyasiyah sekaligus ruhiyah. Aqidah Islam melahirkan pemikiran yang berkaitan dengan persoalan akhirat, juga pemikiran dan hukum-hukum yang berkait dengan masalah kehidupan manusia di dunia.

Aqidah dan Pandangan Hidup
Sebagai pemikiran mendasar, aqidah berperan mutlak dalam pembentukan pandangan hidup (way of life) manusia, menjawab tiga pertanyaan mendasar: dari mana manusia diciptakan untuk apa manusia hidup dan ke mana setelah manusia hidup di dunia. Tapi tidak semua aqidah bisa berperan seperti itu. Aqidah ruhiyah tidak bisa membentuk pandang hidup, karena ia hanya berkaitan dengan dua pertanyaan mendasar tadi, yakni masalah sebelum dan sesudah kehidupan dunia (ma qabla wa ba'da hayati al-dunya). Aqidah ini tidak memiliki hubungan secara langsung dengan persoalan kehidupan dunia. Bagaimana mengatur dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan tidak dibicarakan dalam aqidah ini. Sebagai gantinya, mereka mengambil dari aqidah siyasiyah yang ada. Karena itu, masyarakat penganut aqidah ruhiyah tertentu dapat menerapkan aqidah siyasiyah manapun untuk mengatur kehidupan mereka, tanpa membahayakan keberadaan aqidah ruhiyah yang dipeluknya. Misalnya, masyarakat Eropa yang Kristen, Jepang yang Sinto atau Budha, bahkan yang tidak beragama seperti Cina dengan mudah menerapkan kapitalisme. Begitu juga orang Islam dapat memeluk ideologi sosialisme-komunisme seperti tampak pada umat Islam di Azerbaijan, di Afghanistan semasa dibawah pemerintahan komunis; ataupun memeluk kapitalisme seperti di kebanyakan negeri-negeri muslim sekarang ini.
Berbeda dengan aqidah ruhiyah, aqidah siyasiyah bisa membentuk pandangan hidup bagi manusia yang memeluknya. Aqidah siyasiyah membentuk pandangan hidup yang khas, sesuai dengan ide aqidah ini tentang keberadaan manusia di dunia: untuk apa manusia hidup di dunia. Kendati aqidah ini tidak menjawab dari mana dan kemana manusia setelah hidup di dunia. Secara individual seseorang tidak terlalu sulit mengubah aqidah siyasiyahnya, dari satu jenis ideologi kepada jenis yang lain. Tapi secara kolektif, sangat sulit mengubah aqidah siyasiyah suatu masyarakat, apalagi yang telah berakar lama, dengan aqidah siyasiyah lain kecuali dengan tangan besi, peperangan atau revolusi. Karena itu, negara-negara Barat amat mudah menjajah Kongo _ negara yang tidak atau belum memiliki aqidah siyasiyah tertentu, namun sulit menjajah Aljazair _ yang memiliki aqidah Islam, setelah melalui jalan peperangan dan pemaksaan. Revolusi Bolsevyik mengakhiri kekuasaan Tsar di Rusia, menandai tegaknya aqidah siyasiyah komunisme. Atau masyarakat yang bersangkutan menyadari kebobrokan aqidah siyasiyah yang dianutnya, seperti rakyat Uni Sovyet setelah 70 tahun di bawah komunisme. Mereka kemudian mengambil aqidah siyasiyah lain yang dinilai lebih baik sebagai penggantinya.
Pandangan hidup idiologi kapitalisme adalah asas manfaat (naf'iyyah). Seorang kapitalis mungkin percaya ia diciptakan tuhan, tapi ia jalani hidup ini dengan tujuan untuk meraih sebesar-besar kenikmatan jasmani dari uang yang dikumpulkannya dengan segala cara. Bukan untuk mengabdi kepada Tuhan yang ia percayai. Maka, apa yang baik bagi mereka adalah yang memberi keuntungan atau kemanfaatan materi. Dan disebut buruk bila sebaliknnya. Untuk mewujudkan prinsip itu, kapitalisme memberikan kebebasan (hurriyah) di segala bidang. Yakni kebebasan beraqidah (hurriyatu al-aqidah). Orang bebas mau menjalankan perintah agama atau tidak, mau berpindah-pindah agama juga boleh, bahkan tidak beragama juga tidak masalah. Kebebasan kepemilikan (hurriyatu al-tamalluk). Berdasar prinsip ini, mereka tidak mengatur cara perolehan dan pemanfaatan harta milik. Setiap orang bebas berusaha dengan segala cara untuk memperoleh uang dan bebas menggunakannya untuk apa sepanjang tidak merugikan orang lain. Kebebasan berperilaku (hurriyatu al-syakhsiyyah). Orang juga boleh berbuat apa saja -- berpakaian seenaknya, berciuman bahkan berhubungan seks di tempat umum dan sebagainya -- asal tidak merugikan orang lain. Kebebasan berpendapat (hurriyatu al-fikri). Orang bebas berfikir atau memikirkan apa saja. Tidak ada batas dan risiko dari aktifitas berfikirnya itu, sekalipun menyangkut keyakinan agama. Menurut mereka kebebasan-kebebasan itu diperlukan untuk meraih asas kemanfaatan tadi.
Sedang pandangan hidup sosialisme adalah dialektika. Yakni perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik dalam bentuk yang pasti (these-anti these-sinthese). Untuk merealisasikannya diperlukan antitesis, yakni konter frontal (thesa tandingan). Aqidah sosialisme menggambarkan kehidupan sebagai terus bergerak -- tidak pernah berhenti, atau nisbi dan bukan mutlak -- menuju suatu kondisi lain yang pasti lebih baik. Untuk melahirkan perubahan menuju suatu kondisi yang lebih baik harus ada keberanian melakukan konter-konter. Jika belum ada, maka harus diadakan.
Adapun pandangan hidup yang diajarkan aqidah Islam adalah bahwa manusia hidup diciptakan Allah untuk beribadah kepadaNya. Perwujudannya dengan membangun keterikatan terhadap hukum syara' di sepanjang aktifitas kehidupan muslim. Berdasar aqidah Islam, seorang muslim diajarkan memandang kehidupan dengan tolok ukur halal dan haram. Perintah itu bersifat pasti, berdasar firman Allah.

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan Ulil Amri diantara kamu (penguasa muslim yang melaksanakan syariat Islam). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir" (an Nisaa':59)

"Apa saja yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" (al Hasyr:7)

"Maka demi Rabbmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) hakim (pemutus) dalam perkara yang mereka perselisihkan" (an Nisaa':65)

Rasulullah bersabda:

"Al-halalu ma ahalla Allahu fi kitabihi wa al-haramu ma harrama Allahu fi kitabihi : Halal adalah segala sesuatu yang dihalalkan dalam kitabNya dan haram adalah segala sesuatu yang diharamkan dalam kitabNya" (HR. Al Hakim)

Ady bin Hatim berkata, "Aku pernah menemui Rasulullah sawa pada saat beliau sedang membaca ayat: "Mereka (ahli kitab) menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah ..." (at Taubah:31)
Aku berkata, "Wahai Rasulullah, mereka tidalah menyembah pendeta-pendeta dan rahib-rahib itu" Rasulpun menjawab: "Alaysa annahum ahallu lahum al-harama wa harramuu 'layhim al-halala" (Bukankah pendeta-pendeta dan rahib-rahib itu senantiasa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu bagi mereka?") Ady bin Hatim menjawab, "Memang demikian, ya Rasulallah" Maka Rasulullah bersabda: "fa dzalika ittahadzu hum lahum arbaba" (Itulah yang dimaksud dengan menjadikannya sebagai tuhan-tuhan mereka). (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Apa saja yang halal, baik itu hukumnya wajib, mandub (sunnah) maupun mubah pasti baik dan boleh diambil tanpa ragu-ragu. Adapun yang hukumnya makruh akan diambil dengan rasa khawatir. Sedang yang haram, tidak akan diambil sama sekali. Yang baik adalah yang telah dinyatakan baik atau dihalalkan oleh Allah. Dan yang buruk adalah yang telah dinyatakan buruk atau diharamkan oleh Allah. Seorang muslim percaya dengan ketaatan pada aturan Islam akan memperoleh rahmat -- kebaikan dan manfaat di dunia sehingga tidak diperlukan lagi berfikir berlandaskan manfaat -- dan pahala di akherat berupa kehidupan yang lebih baik, yaitu surga.


Rekayasa Menjauhkan Aqidah Islam
Gagal dalam perang fisik (perang Salib), Barat kemudian melancarkan perang kebudayaan (ghazwu ats-tsaqafi). Tujuannya jelas: mengubah pandangan hidup orang Islam, atau paling tidak menggoncangnya. Di antara senjata mereka adalah membuat keragu-raguan terhadap beberapa peroalan aqidah Islam. Seperti soal kenabian Muhammad -- yang dikatakan sebagai pencipta agama Islam --, keaslian al Qur'an -- yang dikatakan buatan Muhammad -- dan sebagainya. Senjata yang lain adalah menghilangkan kepercayaan orang Islam terhadap kemampuan hukum Islam untuk diterapkan pada masa kini, dengan dalih lantaran perubahan waktu dan tempat. Mereka juga mencela habis-habisan beberapa ajaran Islam. Misalnya hukum potong tangan dikatakan kejam; poligami sebagai melegalisasi pelacuran; jihad sebagai memaksakan agama dengan kekerasan. Tidak sedikit umat Islam yang terpengaruh pandangan sesat ini. Puncaknya, tatkala menguasai negari-negeri Islam, Barat mulai menyebarkan aqidah sekularisme (pemisahan agama dari negara) dan menanamkan asas manfaat, menggantikan halal dan haram sebagai tolok ukur perbuatan. Itu semua menjadikan umat jauh dari prinsip kehidupan Islam.
Pengaruh perang kebudayaan terasa hingga sekarang. Kebanyakan, kalau tidak dikatakan semua, orang Islam tidak menjadikan Islam sebagai aqidah siyasiyah. Meskipun tetap dimiliki sebagai aqidah ruhiyah. Pandangan hidup yang dibentuk oleh aqidah Islam diwujudkan hanya sebatas kehidupan individu, tapi tidak dalam realitas kehidupan bermasyarakat.
Untuk mengatasi kenyataan menyedihkan yang berpangkal dari lemahnya pemahaman aqidah yang lurus itu harus pula diawali dari aqidah. Yakni dengan menjelaskan bahwa Islam adalah aqidah siyasiyah dan aqidah ruhiyah. Harus dikaitkan pemahaman aqidah dengan pemikiran tentang penataan kehidupan manusia di dunia. Bahwa antara iman dan taat pada hukum Islam tidak bisa dipisahkan. Harus mengaitkan keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada al Qur'an, dan makna iman kepada al Qur'an, yakni dengan melaksanakan ajaran-ajarannya. Juga mengaitkan keimanan. Maka halal dan haram, sebagai konsekuensi iman, harus dijadikan sebagai tolok ukur perbuatan, bukan asas manfaat seperti yang diajarkan idiologi sekularisme.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar