Sabtu, 21 Februari 2009

AQIDAH AQLIYAH ISLAMIYAH

 Islam telah melarang seorang muslim untuk bertaqlid dalam perkara aqidah, sebagaimana firmannya:

"Dan apabila dikatakan kepada mereka; 'Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah', mereka menjawab;'(Tidak), tetapi kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami'. Apakah mereka akan mengikuti juga walaupun nenek moyang mereka tidak mengikuti suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?" (al Baqarah:170).

Ayat ini menjelaskan bahwasanya aqidah tidak boleh dibangun berdasarkan taqlid (ikut-ikutan semata), melainkan harus melalui proses berpikir yang jernih.

Pengertian Aqidah Berdasarkan Istilah
Aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan, tentang Dzat yang ada sebelum kehidupan dunia dan alam yang ada sesudahnya, disamping hubungan ketiga unsur tadi _ alam semesta, manusia dan kehidupan _ dengan Dzat yang menciptakannya (Dirasaat fil Fikril Islamiy, Muhammad Husain Abdullah, hal.35).
Pemikiran yang menyeluruh ini mampu memecahkan 'uqdatul kubro (simpul/problematika besar) _ yakni pertanyaan tentang asal usul manusia, alam semesta dan kehidupan _. Setiap manusia yang sehat akalnya, pasti pernah bertanya mengenai hakikat keberadaan dirinya, seperti; dari mana asal muasal manusia itu, untuk apa manusia hidup dan apa yang akan dialaminya setelah ia mati? Begitu pula pertanyaan-pertanyaan seperti apakah alam semesta ini tercipta dengan sendirinya, atau ada yang menciptakannya? Keteraturan-keteraturan pergerakan alam semesta ini apakah berlangsung begitu saja tanpa ada yang mengaturnya, ataukah ada yang telah menatanya? Jadi yang dimaksud aqidah adalah pemecahan-pemecahan dasar yang dilontarkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tadi. Apabila manusia memperolah jawaban yang memuaskan dan menenangkan hatinya, berbagai persoalan kecil/cabang lainnya dengan mudah mampu ia pecahkan.


Aqidah Shahih Lahir dari Proses Berpikir
Pemecahan yang benar itu tidak akan diperoleh kecuali dengan pemikiran yang cemerlang (fikrul mustanir), yakni pemikiran yang mendalam, mencakup hakikat segala sesuatu, termasuk hal yang berhubungan dengannya (Nidzamul Islam, Taqiyuddin an Nabhani, hal. 4). Bagi mereka yang menghendaki keselamatan kemuliaan hidup, terlebih dahulu harus memecahkan 'uqdatul kubro ini dengan benar. Pemecahan melalui fikrul mustanir inilah yang menjadi landasan berpikir bagi seorang manusia dalam mengarungi samudera kehidupan. Inilah yang dinamakan aqidah.
Islam telah memberikan jawaban terhadap masalah ini dengan jalan yang sesuai dengan fitrah, memuaskan akal serta memberikan ketenangan pada jiwa manusia. Islam telah menetapkan juga bahwa untuk memeluk agama ini amat tergantung sepenuhnya pada pengakuan terhadap pemecahan ini, pengakuan yang benar-benar muncul dari akal manusia. Siapapun yang memiliki akal mampu membuktikan _ melalui perantaraan benda-benda yang dapat dijangkau inderanya _ bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan pasti terdapat Dzat yang menciptakan semuanya, yakni al Khalik. Oleh karena itu kita jumpai ratusan ayat di dalam al Qur'an yang telah mengajak kita untuk memperhatikan pada alam semesta ini, merenungkannya agar mampu membuktikan keberadaan Allah SWT.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal (uli albab)" (ali Imran:190)

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah diciptakannya langi dan bumi serta berlainan bahasa dan warna kulitmu" (ar Rum:22)

"Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan?" (al Ghasysyiyah:17-20)

Dan ratusan ayat lagi yang tersebar dalam al Qur'anul Karim. Seluruhnya merupakan ajakan untuk melihat dan memperhatikan ciptaanNya. Ajakan ini agar dijadikan petunjuk akan adanya al Khaliq, sehingga imannya berdasarkan bukti dan dalil. Sehingga menumbuhkan iman yang mantap yang tidak akan tergoyahkan oleh siapapun dan oleh sebab apapun.

Dalil aqli dan Dalil Naqli
Dalil aqidah terbagi pada dua macam; dalil aqliy dan dalil naqliy. Dalil aqliy adalah dalil (bukti) yang diperoleh melalui akal lewat proses berpikir manusia sehingga seseorang akan membenarkan secara pasti rukun-rukun dalam aqidah. Adapun dalil naqliy _ atau disebut juga dalil sam'iy _ adalah berupa kabar/berita (khabar) yang pasti (qath'iy) yang memberikan keterangan pada kita tentang rukun-rukun aqidah. Contohnya adalah ayat-ayat al Qur'anul Karim (Dirasaat fil Fikril Islamiy, Muhammad Husain Abdullah, hal.36).
Tema-tema aqidah (rukun aqidah) yang dapat dijangkau melalui dalil aqliy hanya tiga jenis, yakni:
a. Iman terhadap keberadaan Allah SWT. (wujudullah).
b. Iman terhadap kebenaran al Qur'an sebagai kalamullah (firman
Allah)
c. Iman terhadap kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.

Selain tema-tema ini, rukun iman lainnya hanya dicapai melalui dalil naqliy. Meskipun demikian secara tidak langsung keimanan seorang muslim tetap berdasarkan pada bukti (akal) dan dalil, karena dalil naqliy yang diimani tersebut keberadaannya adalah dari sisi Allah SWT yang telah dibuktikan melalui proses berpikir, yakni secara aqliy.
Walaupun manusia itu diwajibkan menggunakan akalnya untuk beriman terhadap Allah SWT. namun tidak mungkin akal manusia mampu menjangkau segala hal yang berada di luar batas kemampuan indera dan akalnya. Betatpun jeniusnya akal seseorang, tetap ia memiliki keterbatasan. Akal manusia hanya mampu membuktikan keberadaan Allah/eksistensi Allah, tetapi tidak mampu menjangkau hakikat Dzat Allah, karena Allah SWT. berada di luar tiga unsur yang bisa dijangkau akal manusia _ yakni alam semesta, manusia dan kehidupan.
Apabila iman kepada Allah SWT. itu dapat dicapai melalu akal _ sebagaimana seharusnya _ maka iman kepada Allah SWT. ini akan menjadi pijakan yang kuat bagi kita untuk beriman terhadap berbagai perkara yang ghaib dan segala seuatu yang dikabarkan oleh Allah SWT., baik perkara itu dapat dicerna pleh akal manusia atau tidak.
Berdasarkan hal ini, wajib bagi seorang muslim untuk beriman kepada hari akhir, keberadaan surga dan neraka, syetan dan para malaikat, karena perkara-perkara yang ghaib ini telah diterangkan seluruhnya dalam dalil-dalil naqliy yang qath'iy, yakni al Qur'an dan hadits-hadits mutawatir.
Dengan demikian wajib pula kita beriman kepada apa yang ada sebelum dunia ini berada, yakni Allah SWT., dan kepada kehidupan setelah dunia ini, yaitu akhirat. Apabila sudah diketahui bahwa penciptaan danperintah-perintah Allah SWT. merupakan pokok pangkal adanya kehidupan dunia, sedangkan perhitungan amal kehidupan manusia atas apa yang dikerjakannya di dunia ini harus terikat dengan hubungan tersebut. Oleh karena itu, manusia wajib meyakini bahwa ia akan dihisab di hari akhir nanti atas segala perbuatan-perbuatan yang dilakukannya di dunia. Dari sinilah telah terbentuk fikrul mustanir mengenai apa yang ada dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan. Begitu juga terbentuk fikrul mustanir tntang apa yang ada sebeleum dan sesudah kehidupan dunia. Dan bahwasanya kehidupan tersebut memiliki hubungan antara apa yang ada sebelum dan sesudahnya. n


Tidak ada komentar:

Posting Komentar